Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Ramal Cadangan Devisa RI Naik pada Semester II/2024

Berikut hal-hal yang dapat menjadi pemicu naiknya cadangan devisa Indonesia.
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia dalam mata uang dolar AS/Dok. Bank Indonesia
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia dalam mata uang dolar AS/Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – Posisi cadangan devisa Indonesia diperkirakan berpotensi meningkat pada semester II/2024.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa prospektus kenaikan cadangan devisa pada semester II/2024 akan didukung oleh membaiknya sentimen risiko terutama terkait wait and see terkait hasil Pemilu 2024. 

Selain itu, ekspektasi penurunan suku bunga kebijakan global diperkirakan akan mendorong sentimen risk-on di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. 

“Didukung oleh prospek positif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia dan inflasi yang terkendali, hal ini, pada gilirannya, dapat menghasilkan peningkatan arus masuk di Penanaman Modal Asing [PMA] dan pasar portofolio,” katanya kepada Bisnis, Kamis (7/3/2024).

Di sisi lain, menurutnya, risiko yang berpotensi mempengaruhi perkembangan cadangan devisa ke depan adalah potensi defisit transaksi berjalan yang melebar.

Hal tersebut dipicu oleh kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global dan berlanjutnya normalisasi harga komoditas. 

“Namun demikian, pelebaran defisit tersebut diperkirakan akan tetap berada dalam batas yang terkendali dan tidak menimbulkan ancaman yang berarti terhadap posisi cadangan devisa pada 2024,” jelas Josua.

Dengan perkembangan tersebut, Josua memperkirakan cadangan devisa pada akhir 2024 diperkirakan mencapai kisaran US$150 miliar hingga US$155 miliar. 

Josua juga memperkirakan nilai tukar rupiah cenderung menguat pada semester II/2024, bergerak dari Rp15.397 per dolar AS pada akhir 2023 ke kisaran Rp15.000-Rp15.300 per dolar AS pada akhir 2024.

Adapun, posisi cadangan devisa pada Februari 2024 tercatat turun menjadi US$144,0 miliar dari posisi akhir Januari 2014 sebesar US$145,1 miliar.

Penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah. 

Josua mengatakan pembayaran utang ini terkait dengan jatuh tempo salah satu obligasi global, yaitu RI0224, pada pertengahan Februari 2014, dengan nilai US$474 juta. 

Surplus neraca perdagangan juga cenderung menurun pada Februari 2014 karena tren kenaikan harga minyak, sementara harga batubara mengalami penurunan.

“Namun demikian, penurunan cenderung terbatas sejalan dengan arus modal masuk ke pasar keuangan domestik,” kata dia.

Tercatat, arus masuk bersih di pasar saham dan obligasi tercatat sebesar US$345 juta pada Februari, dengan rincian net inflow di pasar saham mencapai US$646 juta, sedangkan di pasar obligasi, investor asing membukukan net outflow sebesar US$302 juta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper