Bisnis.com, JAKARTA — Emiten batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) masih bernegosiasi dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN ihwal besaran Take or Pay (ToP) atas melesetnya realisasi serapan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Sumsel-8.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengatakan perseroannya masih mengklarafikasi ihwal besaran ToP yang mesti dibebankan kepada PLN selepas molornya pembangunan transmisi jaringan listrik 500 kilovolt (kV) Sumatra Muara Enim-Perawang.
“Hitung-hitungannya masih diklarifikasi, negosiasi dengan pihak PLN karena PLN tidak mungkin juga bayarnya cash, mungkin bayar dengan capacity factor dan jangka waktunya disesuaikan,” kata Arsal saat ditemui di Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Berlokasi di Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan, PLTU Sumsel-8 menjadi bagian dari megaproyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) garapan PT Huadian Bukit Asam Power (HBAP), usaha patungan antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd (CHDHK).
Pembangkit yang juga dikenal dengan nama PLTU Tanjung Lalang itu menelan investasi mencapai US$1,68 miliar dengan kebutuhan batu bara 5,4 ton setiap tahunnya.
Lantaran molornya pengerjaan transmisi, PLN meminta jadwal commercial operation date (COD) diundur beberapa kali. Seperti diketahui, pembangunan PLTU Sumsel 8 mengacu pada power purchase agreement (PPA) antara PLN dengan HBAP tanggal 17 September 2012.
Baca Juga
PPA itu diamandemen pada 19 Oktober 2017 dan disepakati side agreement pada 12 Agustus 2022 untuk pemunduran COD. Pembangkit itu baru benar-benar COD pada 7 Oktober 2023 atau mundur 2 tahun dari rencana setelah amendemen, kendati tidak dengan kapasitas optimal.
Adapun, opsi untuk memundurkan kembali COD sembari menanti kelanjutan proyek transmisi 500 kV tidak dimungkinkan lagi lantaran HBAP mesti membayar pokok hutang mulai Maret 2023 sebesar US$55 setara dengan Rp863,72 miliar.
BPK menghitung potensi ToP PLTU Sumsel 8 sepanjang 2023 sampai dengan 2025 mencapai Rp2,04 triliun, asumsi evakuasi daya melalui transmisi 275 kV, COD unit 1 mundur menjadi Agustus 2023 dan unit 2 mundur menjadi Januari 2024.
Kendati demikian, Arsal mengatakan, melesetnya rencana serapan listrik dari PLN itu belum berdampak signifikan pada kinerja perseroan sampai saat ini.
“Dampaknya belum terlalu signifikan,” kata Arsal.
Belakangan, PLN memutus kontrak Waskita untuk paket 3 (Muara Enim - New Aur Duri) setelah kesulitan pendanaan yang dialami perusahaan karya pelat merah tersebut.
Adapun, realisasi pekerjaan paket 3 itu menggunakan dana ekuitas Waskita minimal sebesar Rp1,17 triliun, dan belum mendapatkan pinjaman dari perbankan.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan, perseroan telah menterminasi kontrak Paket 3 yang dikerjakan Waskita setelah proyek itu jalan di tempat.
“Terkait pekerjaan yang belum diselesaikan tersebut, akan dilanjutkan melalui proses tender,” kata Greg saat dikonfirmasi, dikutip Selasa (26/12/2023).
Seperti diketahui, proyek tol listrik strategis di Pulau Sumatra tersebut tersendat persoalan teknis di lapangan serta kesulitan pendanaan yang dialami oleh kontraktor, yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT).
BPK menghitung potensi kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik akibat berlarut-larutnya pembangunan transmisi 500 kV Sumatra Muara Enim-Perawang mencapai minimal Rp13,91 triliun.
Adapun, megaproyek triliunan rupiah itu dibagi ke dalam tiga paket pengerjaan. Paket I New Aur Duri-Peranap dengan nilai kontrak mencapai Rp4,42 triliun. Lalu, paket II Peranap-Perawang dengan nilai kontrak sebesar Rp2,94 triliun dan paket III membentang dari Muara Enim-New Aur Duri dengan nilai kontrak sebesar Rp2,68 triliun.