Bisnis.com, JAKARTA—Polemik kemungkinan tak akan muncul di Ditjen Anggaran karena memiliki tiga posisi yang bisa disatukan, yakni Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktur PNBP Kementerian/Lembaga, dan Tenaga Pengkaji PNBP.
Polemik munculknya Badan Penerimaan Negara saat pemerintahan baru hingga kode kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi menjadi berita pilihan yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Kamis (7/3/2024). Berikut selengkapnya:
1.Gelisah Wacana Badan Penerimaan Negara
Dua pekan lalu, salah seorang teman merasa sangat gusar. Dengan nada bicara yang sedikit lemas, salah satu aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan itu merasa ketakutan dengan rencana pendirian Badan Penerimaan Negara.
Bahkan, tidak sedikit pegawai otoritas fiskal yang menanyakan peluang karier di institusi lain, baik lembaga negara maupun swasta. Pada intinya, penolakan pendirian Badan Penerimaan Negara (BPN) sangat kuat.
Bagaimana tidak? Ada banyak konsekuensi yang akan muncul apabila pemerintahan baru yang akan berkuasa pada Oktober mendatang memisahkan Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, serta Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pasalnya, meski ada beberapa pos yang linier, tidak sedikit pula posisi yang bertolak belakang satu sama lain. Sehingga, apabila peleburan dipaksakan, mau tak mau harus ada mutasi aparatur sipil negara (ASN).
Persoalannya, mutasi yang paling realtistis adalah penempatan pejabat pada posisi yang masih linier meski harus berpindah kementerian.
Polemik kemungkinan tak akan muncul di Ditjen Anggaran karena memiliki tiga posisi yang bisa disatukan, yakni Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktur PNBP Kementerian/Lembaga, dan Tenaga Pengkaji PNBP.
Namun beda soal dengan Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai. Memang, keduanya sama-sama memiliki direktorat bagian pengawasan yakni Direktur Penegakan Hukum dan Direktur Keberatan dan Banding di Ditjen Pajak serta Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan serta Direktoran Penindakan dan Penyidikan di Ditjen Bea dan Cukai.
2.Memperkuat Pertahanan PLN Sebagai Tulang Punggung Transisi Energi
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berpotensi besar menjadi tulang punggung transisi energi Indonesia, sejalan dengan masih sangat banyaknya penggunaan energi fosil terutama batu bara untuk energi primer pembangkit listrik di Tanah Air.
Dengan persentase penggunaan batu bara sebagai energi primer pembangkit yang mencapai 45%, PLN memegang peranan sangat strategis untuk bisa mendorong transisi energi baru terbarukan (EBT) menuju nol emisi karbon (net zero emission/NZE).
Berkaca pada rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021—2030, sebanyak 20,9 gigawatt (GW) atau 52% dari rencana pengembangan pembangkit listrik perseroan yang mencapai 40,6 GW, berasal dari EBT.
Tak hanya itu, PLN juga tengah menyusun perencanaan baru yang akan berlaku sampai dengan 2040. PLN setidaknya mengincar penambahan porsi pembangkit listrik EBT mencapai 80 GW, dengan komposisi 60 GW berbasis EBT dan 20 GW berbasis gas.
Sementara itu, dalam dokumen revisi RUPTL 2024—2033, terdapat rencana penambahan pembangkit EBT sebesar 62 GW, dengan 75% mengambil dari total penambahan pembangkit listrik EBT, sementara 25% lainnya bakal dipenuhi oleh pembangkit gas.
“Baseload-nya hanya tiga yakni gas, hidro, dan ada juga geotermal,” kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam acara Road to PLN Invesment Days 2024 di Jakarta, Rabu (6/3/2024).
Selain itu, PLN juga berkomitmen untuk tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru, kecuali yang sedang berjalan. Perusahaan setrum pelat merah itu menghapus perencanaan pembangunan PLTU sebesar 13,3 GW.
3. Saran Lebih Solutif Bapanas Buat Harga Beras Lebih Murah
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menilai peningkatan produktivitas padi bisa menjadi solusi untuk mengatasi lonjakan harga beras.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengakui harga beras yang tinggi saat ini merupakan representasi dari harga gabah di tingkat petani.
Menurutnya, harga beras yang terbentuk di masyarakat rata-rata adalah hampir dua kali lipat harga gabah.Adapun panel harga pangan Bapanas mencatat rata-rata harga beras per hari ini mencapai Rp16.510 per kilogram untuk beras premium dan Rp14.340 per kilogram untuk beras medium.
Adapun saat ini, pemerintah masih mengacu pada ketentuan harga eceran tertinggi (HET) beras sesuai Perbadan No.7/2023 yakni Rp10.900—Rp11.800 per kilogram untuk beras medium, dan Rp13.900—Rp14.800 per kilogram untuk beras premium.
Sementara itu, untuk ketentuan HPP gabah kering panen (GKP) masih mengacu pada Perbadan No.6/2023 sebesar Rp5.000 per kilogram di tingkat petani.
Melakukan penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) beras dan harga pembelian pemerintah (HPP) saat ini dianggap bukan jadi solusi tepat. Meskipun diakui bahwa sejumlah komponen biaya produksi mengalami kenaikan."Tapi ada solusi yang baik yakni tingkatkan produktivitas sehingga cost per unit menjadi lebih murah," ujar Arief, dikutip Rabu (6/3/2024).
4. Prospek IPO Sektor Teknologi 2024
Tahun 2024 terlihat masih belum menjadi tahun bertuah bagi sektor teknologi, setidaknya jika menilik kinerja indeks yang menampung saham-saham sektor ini, yakni IDX Sector Technology.
Indeks ini terlihat kembali menjadi indeks terlemah tahun ini, dengan penurunan mencapai 19,95% sepanjang tahun berjalan 2024 atau secara year-to-date (YtD) hingga kemarin, Selasa (5/3/2024). Hampir semua emiten di indeks ini memerah.
Penurunan tajam ini jauh melebihi indeks terlemah di urutan kedua, yakni IDX Sector Properties & Real Estate, yang ‘hanya’ turun 5,22% YtD. Pada saat yang sama, indeks komposit atau IHSG hanya tercatat turun 0,35% YtD ke level 7.247,46.
Pelemahan di indeks teknologi ini kembali menyiratkan bahwa investor masih belum mempercayai prospek sektor ini. Padahal, jika menengok ke belakang, indeks ini pernah menjadi primadona dengan tingkat kenaikan hingga di atas 700% pada 2021 lalu.
Seiring dengan itu, prospek pasar perdana atau pasar initial public offering (IPO) sektor ini pun meragukan. Sinyal bank sentral global untuk mengambil kebijakan pengetatan suku bunga yang lebih lama, atau higher for longer, menjadi beban utama sektor ini.
Menariknya, Bursa Efek Indonesia melaporkan ada 3 calon emiten IPO di sektor teknologi yang kini berada dalam daftar tunggu atau pipeline IPO. Sayangnya, BEI enggan mengungkapkan identitas tiap calon emiten dalam pipeline tersebut.
Secara total, per 1 Maret 2024, ada 17 perusahaan dalam pipeline IPO. Sektor teknologi menjadi salah satu sektor yang terbanyak dengan calon emiten terbanyak.
5. Kode Bos BPJS Kesehatan Soal Kenaikan Iuran
Bos Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memberikan kode terkait kenaikan iuran. Kode tersebut tersirat dari pertanyaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengklaim bahwa Kepala Negara telah bertanya terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebanyak dua kali.“Pak Jokowi sudah nanya saya, ‘Pak udah siap apa perlu dinaikkan [iuran BPJS Kesehatan], nggak?’ ‘Loh kalau dinaikkan, ya, lebih bagus’, saya bilang gitu. Dia nanya itu dua kali, di Jawa Tengah dan saat di Tebing Tinggi, Sumatera,” ungkap Ghufron usai ditemui dalam The 17th ISSA International Conference on Information and Communication Technology In Social Security (ICT 2024) 6–8 Maret 2024 di Nusa Dua, Bali, Rabu (6/3/2024).
Eks Wakil Menteri Kesehatan itu mengatakan, penyesuaian iuran peserta BPJS Kesehatan akan tergantung dari sosok Presiden baru yang memimpin. “Yang jelas, kalau BPJS pasti lebih senang, kalau naik iuran. Karena kita menghindari defisit, bisa bayar rumah sakit, bisa bayar dokternya lebih baik, kualitasnya lebih meningkat lagi,” ujarnya.
Kendati begitu dia juga memahami bahwa kemampuan masyarakat yang terbatas. Untuk itu, dia meminta peserta golongan mampu dapat membayar iuran lebih banyak. Dia mengatakan BPJS Kesehatan juga belum memperkirakan kisaran kenaikan iuaran tersebut.“Belum, kalau saya sih sudah ngitung, kalau naik sekian, saving kita berapa, kurangnya berapa, kita ini bisa survive sampai berapa tahun, saya sudah hitung,” katanya.
Ghufron menjelaskan apabila iuran BPJS Kesehatan naik, maka rumah sakit hingga mutu pelayanan kesehatan akan menjadi semakin baik. Namun, kenaikan iuran ini belum dapat dipastikan akan terjadi kapan. “Kalau kita, lebih cepat lebih bagus, tapi ini kan menyangkut ratusan juta penduduk. Ini kan banyak pertimbangannya,” tambahnya.