Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom memperkirakan defisit APBN 2025 bakal melebar menjadi 3%-3,2% terhadap produk domestik bruto (PDB) akibat adanya tambahan kebijakan populis, program makan siang gratis.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan hal tersebut sangat mungkin terjadi jika pemerintah tidak melakukan realokasi anggaran yang signifikan terhadap program milik paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Kalau angggaran program makan siang gratis tanpa realokasi anggaran signifikan, maka dikhawatirkan defisit anggaran dapat sebesar 3%-3,2% terhadap PDB,” ujarnya, Senin (26/2/2024).
Pasalnya, kebutuhan belanja pemerintah akan otomatis naik karena setidaknya untuk merealisasikan program tersebut membutuhkan anggaran sekitar Rp400 triliun.
Bhima menekankan pemerintah perlu memperhatikan dalam penyusunan anggaran makan siang gratis dengan cermat, Jika mengambil anggaran dari pos belanja lainnya, misalnya bantuan sosial (bansos), tidak menutup kemungkinan akan berdampak terhadap daya beli masyarakat atau bahkan pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana diketahui, pemerintah terus menjaga agar defisit APBN dapat bertahan di bawah 3%. Dalam APBN 2024, defisit dicanangkan sebesar 2,29% sebelum akhirnya Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan diperlebar menjadi maksimal 2,8% terhadap PDB.
Baca Juga
Dengan kata lain, kebutuhan pemerintah untuk menerbitkan surat utang baru akan cukup signifikan dan berdampak pada lonjakan utang pemerintah yang kini telah tembus lebih dari Rp8.000 triliun.
“Ini akan membuat APBN jadi kurang kredibel, kalau tahun pertama sudah hampir 3%, maka tahun kedua pemerintahan baru atau pada 2026 akan lebih tinggi lagi defisitnya,” lanjutnya.
Dia menilai hal itu menjadi tantangan, di saat belanja cukup besar ini namun penerimaan negara justru tertekan kondisi global, baik dari eskalasi geopolitik hingga kinerja ekonomi negara mitra dagang yang melemah.
APBN Rawan
Di sisi lain, Ekonom Bright Institute Awalil Rizky melihat ruang fiskal untuk melakukan manuver kebijakan ini cukup sempit bila melihat dari kacamata anggaran mandatory spending.
Sebagai gambaran, Awalil menyampaikan bahwa sekita 71% belanja APBN digelontorkan untuk operasional dan belanja wajib alias mandatory spending, seperti pendidikan dan transfer ke daerah. Artinya, ruang fiskal untuk manuver kebijakan kurang dari 30%.
“Jika memaksakan kebijakan baru yang butuh alokasi belanja besar, akan membuat kebijakan lain [misal belanja modal untuk Proyek Strategis Nasional jika mau lanjut] akan kesulitan. Umpama mau melanjutkan IKN,” tuturnya.
Terlebih, dirinya mewanti-wanti apabila mendorong defisit semakin lebar, akan sangat rawan bila nantinya terjadi guncangan ekonomi. Sebagaimana diketahui, sejumlah lembaga internasional telah meramalkan perlambatan pertumbuhan ekonomi untuk beberapa tahun ke depan.
Adapun, program makan siang gratis ini menargetkan lebih dari 80 juta penerima manfaat yang diberikan secara bertahap dengan cakupan 100% pada 2029 dengan bujet Rp15.000 per anak.
Di sisi lain, pemerintah sudah memberikan ancang-ancang defisit fiskal yang lebih lebar pada tahun ini dan tahun depan.
“Jadi terkait program kami juga melihat [dari sisi] terkait defisit anggaran yang [diprediksi] mencapai 2,4%—2,8% itu untuk program yang menjadi quick win presiden terpilih nanti atau pemerintahan mendatang sehingga pos-posnya sudah bisa masuk,” ucap Menko Airlangga kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (26/2/2024).