Bisnis.com, BANDUNG - Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mencatat penurunan impor solar secara signifikan yang dipicu pemanfaatan berbagai produk Biodiesel, bauran solar dengan bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit.
Berdasarkan data Aprobi, pengurangan impor solar pada 2023 mencapai US$11 miliar atau Rp173,2 triliun dengan volume 13,15 juta kiloliter. Jika dibandingkan dengan 2018, impor solar hanya berkurang US$1,95 miliar dengan volume 3,75 juta kiloliter.
Head of Sustainability Division Aprobi, Rapolo Hutabarat mengatakan impor solar semakin masif berkurang sejak penerapan biodiesel 30% (B30). Pemanfaatan B35 juga disebut mendorong penurunan impor tahun lalu.
"Jelas bahwa dalam mandatori itu mengurangi impor solar yang berbasis minyak bumi sebesar US$11 miliar, itu cukup besar nilai ya," kata Rapolo dalam agenda Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit di Bandung, Kamis (1/2/2024).
Terlebih, mandatori biodiesel mendapatkan dukungan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan kuota penyaluran biodiesel B35 sebanyak 13,41 juta kiloliter pada 2024.
Rapolo juga menekankan produsen terus melakukan uji kinerja dan uji jalan B40, bauran solar dengan 40% BBN sawit yang ditargetkan dapat diimplementasikan tahun ini.
Baca Juga
Di samping itu, dia juga menuturkan bahwa kehadiran biodiesel berdampak pada harga tandan buah segar (TBS) yang tetap terjaga. Menurut dia, penerapan biodiesel hingga saat ini mampu membuat harga sawit meningkat.
"Coba kita bayangkan kalau tidak ada program ini harga TBS nya bisa runtuh yang ribut juga kita semua. Dari sini kita lihat bahwa ada pengaruh dari program B20 sejak 2018," ujarnya.
Meskipun, dia tak menampik fluktuasi harga crude palm oil (CPO) yang mengalami penurunan harga karena harga minyak dunia yang turun dipicu perang Rusia-Ukraina dan pandemi.
"Tetapi pada Juni 2022 harga CPO yang mulai turun kemudian agak membaik. Jadi secara rata-rata dengan program ini dari B20 sampai B35 itu menunjukkan peningkatan harga TBS dan CPO," pungkasnya.