Bisnis.com, JAKARTA – Neraca Perdagangan Indonesia diperkirakan melanjutkan tren surplus pada Desember 2023 meski mengalami penyusutan dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Desember 2023 akan mencapai US$2 miliar, lebih rendah dari surplus pada November 2023 sebesar US$2,4 miliar.
“Meskipun harga komoditas relatif stabil pada Desember 2023, terutama komoditas ekspor utama seperti batu bara dan CPO, PMI manufaktur mitra dagang utama Indonesia menunjukkan penurunan, mengindikasikan perlambatan permintaan global,” katanya kepada Bisnis, Minggu (14/1/2024).
Josua menjelaskan, ekspor pada Desember 2023 diperkirakan turun sebesar 7,61% secara tahunan (year-on-year/yoy), membaik dari kontraksi bulan sebelumnya -8,56% yoy.
Perkembangan ini dipengaruhi oleh permintaan global yang cenderung melemah meski ada kenaikan harga batu bara karena peningkatan permintaan musiman selama musim dingin dan harga CPO yang relatif stabil, dipengaruhi oleh dampak El Nino di sisi pasokan.
Sementara itu, PMI manufaktur di Amerika Serikat dan China terus melemah pada Desember-23, dengan indeks keduanya yang tercatat di bawah 50.
Baca Juga
Di sisi lain, Josua memperkirakan impor pada Desember 2023 tumbuh sebesar 0,74% yoy, melambat dari 3,29% yoy pada November 2023.
Dia menyampaikan, permintaan domestik di dalam negeri terus menguat, terindikasi dari PMI Manufaktur Indonesia meningkat dari 51,7 pada November 2023 menjadi 52,2 pada Desember 2023.
Peningkatan PMI Manufaktur pada Desember ini pun merupakan yang tertinggi sejak September 2023, dengan pertumbuhan produksi mencapai puncak dalam empat bulan dan pesanan baru mengalami kenaikan paling signifikan sejak September 2023.
Secara total, Josua memperkirakan neraca perdagangan Indonesia akan mencatatkan surplus sebesar US$35,63 miliar sepanjang 2023.
Namun demikian, surplus tersebut lebih rendah dibandingkan dengan capaian surplus perdagangan pada 2022 yang sebesar US$54,46 miliar.
Kinerja ekspor sepanjang tahun 2023 diperkirakan terkontraksi sebesar 11,48%yoy, dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekspor pada 2022 yang tercatat 26,05%yoy.
Pada periode yang sama, kontraksi kinerja impor diperkirakan akan lebih rendah daripada ekspor, yaitu sebesar -6,35%. Pada 2022, kinerja impor mencatatkan pertumbuhan sebesar 21,03%.