Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pacu Pengembangan PLTS, AESI Dorong Pemerintah Relaksasi Aturan TKDN

Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) memandang tingginya ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) modul surya justru menghambat investasi PLTS.
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Waduk Cirata, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan relaksasi pemenuhan ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) proyek-proyek pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS. Hal ini guna mengakselerasi pengembangan energi terbarukan tersebut di Indonesia. 

Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa berpendapat tingginya ketentuan TKDN minimal 60% untuk modul surya justru menghambat investasi serta kepastian pembiayaan dari lembaga keuangan internasional pada proyek-proyek PLTS. 

“Kami mengusulkan agar ada moratorium dulu untuk TKDN untuk modul surya, proyek-proyek PLN yang besar-besar itu moratorium saja misal dikasih akhir 2025,” kata Fabby saat dihubungi, Kamis (11/1/2024). 

Fabby menuturkan, ketentuan TKDN justru membuat akses pembiayaan dari lembaga keuangan internasional seret. Alasannya, lembaga keuangan internasional sulit untuk mengucurkan pendanaan pada proyek dengan kebijakan eksklusif pada produsen domestik seperti TKDN. 

Di sisi lain, kata dia, beberapa pabrikan modul surya besar, seperti Trina Solar Co. Ltd., SEG Solar Inc hingga konsorsium Inspira dan Seraphim Solar System bakal beroperasi pada akhir 2025 nanti.

“Mereka mau investasinya sel dan modul jadi kita bisa mendapatkan TKDN yang tinggi, kalau produksi kumulatif modul surya sudah di atas 5 GW per tahun, maka saya kira industri kaca akan muncul,” kata dia. 

Dengan demikian, moratorium TKDN untuk proyek PLTS itu bakal memberi akses yang lebih lebar untuk pendanaan dari lembaga internasional sembari menciptakan pasar yang menarik untuk investasi di sisi hulu selama beberapa tahun mendatang.

“Tapi ini mesti bertahap tidak bisa ujug-ujug,” kata dia.

Adapun, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN menargetkan pembangunan PLTS sampai dengan 2030 lewat RUPTL 2021-2030 sebesar 4,68 gigawatt (GW). 

Pembangunan PLTS tersebut direncanakan masuk ke sistem kelistrikan nasional dengan alokasi sebagian besar di sistem Jawa Madura Bali (Jamali), yaitu sebesar 2,9 GW atau 62%. 

Kendati demikian, berdasarkan data Ditjen EBTKE Kementerian ESDM per Juni 2023, realisasi pembangunan PLTS mengacu pada dokumen RUPTL 2021-2030 PLN baru di level 6,16 megawatt (MW).

Lewat dokumen yang sama, penambahan kapasitas setrum dari PLTS direncanakan masuk besar-besaran pada tahun ini sampai dengan 2030 mendatang. Misalkan, pada 2024 target tambahan kapasitas PLTS diperkirakan mencapai 262 MW dan puncak tambahan listrik surya diproyeksikan menembus di level 3,02 gigawatt (GW) pada 2026 mendatang.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan ketentuan TKDN untuk proyek pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS dipangkas menjadi 40%. 

Selain itu, masa relaksasi ketentuan TKDN untuk proyek PLTS saat ini diharapkan berlaku sekitar 3 tahun sampai dengan 4 tahun, sebelum akhirnya bertahap batasan komponen bahan baku lokal itu dinaikkan.

“Jadi ada peta jalan kalau sekarang TKDN-nya berapa tahun depan berapa sehingga nanti sampai itu TKDN yang ditargetkan Kementerian Perindustrian,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (11/1/2024).

Adapun, persoalan ihwal TKDN ini juga masih dibahas di dalam rapat-rapat panitia kerja (panja) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). Selain TKDN, skema bisnis pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik atau power wheeling turut menjadi bahasan tim kerja perumus tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper