Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) memutus kontrak atau terminasi pembelian LNG jangka panjang selama 20 tahun dari Mozambique LNG1 Company Pte. Ltd pada Oktober 2023.
Keputusan itu diambil selepas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kontrak itu bakal meningkatkan risiko finansial jangka panjang perusahaan migas pelat merah tersebut, selepas commercial start date berlaku efektif tahun depan.
“Kita sudah menterminasi kontrak, ditambah juga dengan kondisi force majeure yang dialami negaranya,” kata VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso saat dikonfirmasi, Kamis (7/12/2023).
Fadjar mengatakan, Pertamina tidak mendapat penalti atas terminasi kontrak jangka panjang dengan Mozambique LNG1 Company Pte. Ltd. Kondisi force majeure berkaitan dengan faktor keamanan di negara itu, menjadi akses terbuka bagi Pertamina untuk mengakhiri kontrak jual beli LNG yang belakangan dianggap memberatkan keuangan perusahaan migas negara tersebut.
“Tidak ada [penalti] karena ada force majeure, jadi kesepakatan kedua belah pihak,” kata Fadjar.
Adapun, BPK beralasan kontrak LNG dengan Mozambique itu tidak ditopang oleh proyeksi pasokan dan permintaan LNG yang akurat dari Pertamina.
Baca Juga
Kontrak yang ditandatangani dalam bentuk LNG SPA pada 13 Februari 2019 itu awalnya diharapkan dapat memasok kebutuhan gas domestik, seperti pembangkit listrik PLN, kebutuhan kilang dan proyek RDMP, serta pengembangan bisnis LNG trading ke pasar global.
Kontrak pembelian LNG dari Mozambique selama 20 tahun dengan estimasi komersial 2025 diperkirakan potensial membawa nilai transaksi US$427 juta setiap tahunnya atau US$8,55 miliar untuk 20 tahun, asumsi minyak mentah US$70 per barel.
Hanya saja, proyeksi permintaan dan pasokan LNG yang dibuat Pertamina tidak menggambarkan situasi riil di pasar domestik. Pertamina berdasar pada angka-angka potensi pasokan LNG yang dipublikasikan otoritas hulu migas, bukan dari pasokan yang telah terkontrak atau terikat perjanjian jual beli gas dengan PLN.
Di sisi lain, Pertamina turut mengasumsikan permintaan dari proyek-proyek pengembangan dan pembangunan kilang baru yang belum memegang keputusan akhir investasi atau final investment decision (FID).
Sebelum LNG SPA diteken, Memo Nomor 001/F40120/2010-SO 3 Januari 2019 yang disusun Manager Portofolio & Business Development memperlihatkan Pertamina berpotensi terkena take or pay atas pembelian LNG dari Mozambique sebesar US$32 juta per kargo LNG yang diperoleh dari slope 11,75% x nilai Brent x 3.708.800 MMbtu (nilai kargo = 11,75% x 73,43 x 3.708.800 = US$31.999.619,12/MMbtu) karena belum terdapat perikatan jual beli dengan pembeli LNG domestik atau ekspor.
Sampai dengan 30 Desember 2022, Pertamina belum memiliki perikatan jual beli dengan pembeli LNG potensial untuk mengantisipasi kontrak LNG Mozambique yang akan efektif tahun depan. Artinya, volume terkontrak dari Mozambique belum kunjung memiliki pembeli pasti selepas SPA disepakati.
Pertamina telah menawarkan volume portofolio ke pembeli domestik melalui surat tanggal 27 Juli 2022 kepada PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pupuk Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, PT PLN, dan surat tanggal 2 Agustus 2022 kepada PT Nusantara Gas Service, serta surat tanggal 4 Agustus 2022 kepada PT PGN perihal Konfirmasi Pasokan LNG untuk Kebutuhan Tahun 2024 Onwards.
Hasil konfirmasi menunjukkan bahwa PLN, PGN, dan PT Pupuk Indonesia tidak merespons surat Pertamina, sedangkan PT Kilang Pertamina Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, dan PT Nusantara Gas Services memberikan jawaban bahwa belum dapat memberikan komitmen kebutuhan LNG jangka panjang.
Terhadap calon pembeli di luar negeri, Pertamina telah mendiskusikan dengan beberapa pembeli potensial. Beberapa pembeli potensial masih menunggu kepastian status force majeur sehingga sulit untuk dilakukan penjajakan lebih lanjut. Kendati demikian, Gunvor menyatakan ketertarikan dan memberikan penawaran harga pembelian di atas kontrak Mozambique melalui surat tanggal 1 Juli 2022. Atas surat tersebut, Pertamina belum memberikan jawaban resmi.