Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan mencatat penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Oktober 2023 mencapai Rp220,85 triliun atau 72,84% dari target tahun ini.
Realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut mengalami penurunan sebesar 13,60% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Kemenkeu menjelaskan, penerimaan bea masuk pada Oktober 2023 masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,80% yoy menjadi Rp41,41 triliun, atau mencapai 87,13% dari target.
Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh apresiasi kurs dolar AS dan kenaikan tarif rata-rata bea masuk dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Kinerja ini juga turut dipengaruhi oleh komoditas kontributor bea masuk terbesar yang masih tumbuh, di antaranya kendaraan dan suku cadangnya, gas alam, serta mesin penambangan,” jelas Kemenkeu dalam Buku APBN Kita Edisi November 2023, Selasa (28/11/2023).
Pada periode yang sama, penerimaan bea keluar mencapai Rp9,67 triliun, 94,71% dari target atau terkontraksi signifikan 74,43% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga
Penurunan ini utamanya dipengaruhi oleh harga CPO yang lebih rendah dan pengurangan volume ekspor mineral. Penerimaan bea keluar dari kelapa sawit turun 81,86% yoy, mengikuti harga referensi CPO yang turun.
Adapun, rata-rata harga referensi CPO Januari hingga Oktober 2023 mencapai US$846 per metrik ton, lebih rendah dibandingkan dengan 2022 sebesar US$1221 per metrik ton pada periode yang sama.
Lebih lanjut, bea keluar tembaga melambat 31,01% yoy, disebabkan oleh penurunan volume ekspor. Penurunan juga terjadi pada bea keluar bauksit yang terkontraksi 88,27% yoy akibat pelarangan ekspor bauksit.
Sementara itu, cukai merupakan mesin utama dari penerimaan kepabeanan dan cukai, yang realisasinya tercatat mencapai Rp169,77 triliun atau 69,17% dari target.
Penerimaan cukai pun mengalami penurunan sebesar 4,14% yoy, terutama pada hasil tembakau dan etil alkohol.
Penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) terkontraksi sebesar 4,35% yoy menjadi Rp163,24 triliun atau mencapai 70,19% dari target.
Kinerja tersebut dipengaruhi oleh pemesanan pita cukai yang rendah, tercermin dari penurunan produksi 3,6% yoy hingga Juli 2023 dan peningkatan realisasi tarif yang hanya naik 1,0% yoy, lebih rendah dari kenaikan tarif normatif 10%.
Kenaikan realisasi tarif yang rendah tersebut disebabkan oleh produksi SKM dan SPM golongan 1 yang memiliki tarif tinggi, turun lebih dalam dibandingkan jenis lainnya.
Di sisi lain, penerimaan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) naik 0,66% menjadi Rp6,32 triliun, atau mencapai 72,91% dari target. Kenaikan didorong oleh produksi yang kembali tumbuh 0,4% yoy.