Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa nilai tukar rupiah telah memasuki tren apresiasi setelah mengalami tekanan yang tinggi akibat ketidakpastian pasar keuangan global.
Per 17 November 2023, nilai tukar rupiah tercatat telah mengalami apresiasi sebesar 0,86% secara year-to-date (ytd).
Febrio mengatakan, dalam kondisi pasar keuangan yang sangat tidak pasti, nilai tukar rupiah biasanya mengalami tekanan yang signifikan, seperti yang terjadi pada krisis 2008.
Meski demikian, imbuhnya, nilai tukar rupiah dapat dijaga dengan sangat kuat di tengah gejolak global saat ini, terutama ketika suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) telah naik hingga 500 basis poin sejak 2022.
“Yang terjadi, kenaikan suku bunga kebijakan 500 bps [the Fed] dalam waktu yang sangat cepat, kurs kita terjaga dengan sangat kuat. Bahkan, saat ini rupiah sudah dalam kondisi apresiasi,” katanya dalam acara Bank BTPN Economic Outlook 2024, Rabu (22/11/2023).
Dalam bahan paparannya, kondisi nilai tukar rupiah per 17 November 2023 tercatat lebih baik dibandingkan dengan nilai tukar mata uang negara Asia lainnya yang masih terdepresiasi, seperti dolar Singapura sebesar -0,48%, Baht Thailand -1,52%, won Korea Selatan -2,64%, dan ringgit Malaysia -6,24%.
Baca Juga
Bisnis mencatat, nilai tukar rupiah pada Selasa (21/11) ditutup menguat 0,03% atau 5 poin ke level Rp15.440 per dolar AS.
Sementara pada Rabu pagi (22/11), nilai tukar rupiah melemah 131,50 poin atau 0,85% ke level Rp15.571,50 per dolar AS pada pukul 09.30 WIB.