Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk membentuk kerja sama pasok mineral kritis atau critical mineral agreement (CMA). Lewat kerja sama itu, turunan bijih nikel Indonesia bisa disalurkan untuk industri kendaraan listrik di Amerika Serikat.
“Produk nikel kita bisa masuk ke sana kan harus ada free trade agreement, mineralnya kan sangat dibutuhkan untuk bisa membantu energi transisi,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/11/2023).
Kerja sama itu dibuat saat kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Gedung Putih bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
CMA bakal memberi akses Indonesia untuk memasok kebutuhan bahan baku kendaraan listrik di AS untuk jangka panjang. Kendati, Indonesia hingga saat ini belum memiliki perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan AS.
Arifin menuturkan untuk tahap awal, mineral kritis Indonesia yang bakal mendapat akses pasar AS adalah turunan nikel atau bahan baku baterai listrik.
“Jadi nanti akan ada kelompok kerja untuk bisa merumuskan supaya bisa jalan,” kata dia.
Adapun, pemerintah Indonesia tengah mengajukan proposal untuk mendapatkan perjanjian perdagangan bebas terbatas (limited free trade agreement/FTA) dengan AS menyusul kekhawatiran diskriminasi pajak untuk mineral kritis asal Indonesia yang diatur dalam IRA.
Untuk diketahui, IRA merupakan undang-undang yang disahkan oleh Presiden AS Joe Biden pada 16 Agustus 2022 dan dinilai sebagai tindakan signifikan oleh kongres mengenai energi bersih dan perubahan iklim dalam sejarah bangsa.
Beleid tersebut menjanjikan US$370 miliar atau setara dengan Rp5,4 kuadriliun kredit pajak dan insentif lainnya untuk rantai pasok kendaraan listrik (electric vehicle/EV) hingga energi terbarukan.
Hanya saja, prasyarat untuk memperoleh fasilitas kredit pajak konsumen yang diatur dalam IRA menjadi kekhawatiran Indonesia dalam mengembangkan industri baterai kendaraan listrik berbasis nikel, lantaran IRA memperketat kriteria mineral logam yang dapat menerima insentif kendaraan listrik yang dialokasikan pemerintah AS selepas 2023.
Beberapa kriteria itu di antaranya mewajibkan mineral logam diolah di AS, serta bahan baku yang diperoleh wajib berasal dari sejumlah negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan pemerintah AS.
Selain itu, pada Maret 2023 lalu, pemerintah AS juga melengkapi kebijakan IRA dengan memasukkan ketentuan larangan untuk mendapatkan insentif kendaraan bagi produk yang dibuat dengan memanfaatkan rantai pasok dari perusahaan berkategori 'Entitas Asing yang Menjadi Perhatian' (FEOC).