Arah Kebijakan Pajak 2024 untuk Kejar Target Rp1.988,9 Triliun

Target penerimaan pajak tahun 2024 senilai Rp1.988,9 triliun diperkirakan menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Foto: Arah Kebijakan Pajak 2024 untuk Kejar Target Rp1.988,9 Triliun
Foto: Arah Kebijakan Pajak 2024 untuk Kejar Target Rp1.988,9 Triliun

Bisnis.com, JAKARTA – Target penerimaan pajak tahun 2024 senilai Rp1.988,9 triliun diperkirakan menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Pemerintah mengungkapkan bahwa ketegangan geopolitik menjadi salah satu tantangan yang dihadapi untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2024. 

Perang antara Rusia dan Ukraina yang masih belum selesai, ditambah lagi dengan perang Israel dan Hamas. Ketegangan antara Amerika Serikat dan China juga harus diperhatikan karena akan berdampak terhadap perdagangan global.

Selain itu, dampak perubahan iklim menjadi masalah yang perlu diwaspadai. Hal ini yang sudah terlihat sekarang karena kekeringan yang meluas memicu krisis pangan yang berlangsung lama. Selain itu, perkembangan digitalisasi yang sangat cepat juga menjadi masalah.

Meskipun begitu, Kementerian Keuangan tetap optimistis pertumbuhan penerimaan tahun 2024 tetap berada dalam tren meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2023.

“Penerimaan pajak tahun 2024 diharapkan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2023 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan didukung oleh berbagai kebijakan pajak yang optimal,” ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti.

Seperti diketahui, penerimaan pada akhir tahun 2023 diperkirakan mencapai Rp1.818,24 triliun atau tumbuh 5,9% dari realisasi penerimaan pajak tahun 2022.

Pertumbuhan penerimaan pajak sampai akhir tahun 2023 (5,9%) yang lebih kecil dari pertumbuhan tahun sebelumnya disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya anjloknya harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak adanya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Arah Kebijakan Pajak 2024

Kebijakan umum perpajakan untuk tahun 2024 dirancang untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan terkait Pengawasan Pembayaran Masa (PPM) dan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM). Selain itu, kebijakan lain juga dilakukan untuk mengoptimalkan capaian penerimaan pada tahun mendatang antara lain mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, memperkuat sinergi melalui joint program, memanfaatkan  data, dan melakukan tindakan penegakan hukum.

Dwi mengatakan secara teknis, optimalisasi perluasan basis pemajakan sebagai tindak lanjut UU HPP dilakukan melalui tindak lanjut program pengungkapan sukarela dan implementasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Salah satu upaya Ditjen Pajak memperluas basis pajak adalah melalui pengembangan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4) dan prioritas pengawasan WP High Wealth Individual (HWI) bersama dengan WP Group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital.

Adapun dalam penegakan hukum, Ditjen Pajak akan terus menjunjung tinggi prinsip keadilan yang mencakup penggunaan digital forensics dan optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan.

Pajak juga akan menjadi bagian dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memfasilitasi investasi.Ditjen Pajak optimis dapat mengatasi seluruh tantangan mengingat Core Tax Administration System (CTAS) akan diimplementasikan pada pertengahan tahun 2024. Melalui implementasi CTAS, diharapkan sistem informasi serta proses bisnis Ditjen Pajak dapat semakin terintegrasi dan andal sehingga menjadikan Ditjen Pajak sebagai institusi penerimaan negara yang kuat, kredibel, dan akuntabel. 

Peningkatan Rasio dan Insentif Pajak

Untuk mendorong peningkatan rasio perpajakan dan insentif perpajakan, pemerintah juga memastikan bahwa Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diimplementasikan secara efektif. Hal ini nantinya akan mendukung daya saing usaha, iklim, dan transformasi ekonomi yang menghasilkan nilai tambah. 

Adapun instrumen yang dimaksud antara lain PPN tidak terutang atas pengusaha kecil (omzet sampai dengan Rp4,8 M), PPN dibebaskan atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan kesehatan, Tax Holiday & Tax Allowance, Pengurangan 50 persen tarif PPh bagi WP badan UMKM (omzet s.d Rp50 M), PPh final 0,5% untuk WP dengan omzet usaha tertentu sesuai PP 55 2022, pembebasan PPh final untuk WP OP dengan omzet tertentu sesuai PP 55 2022 dengan omzet s.d. Rp500 juta, Free Trade Zone (dibebaskan PPN dan PPnBM), Kawasan Ekonomi Khusus (tidak dipungut PPN dan PPnBM), PPN tidak dipungut di Kawasan Berikat, pembebasan PPN atas impor atau penyerahan mesin dan/atau peralatan, PPN tidak dipungut atas alat angkutan tertentu, PPN DTP atas rumah, serta PPN DTP atas mobil listrik.

Selain sebagai sumber penerimaan negara, pajak juga berfungsi sebagai instrumen kebijakan fiskal untuk mendukung program pemerintah dan tindakan darurat. Proses ini sudah berlangsung dan direncanakan untuk dilanjutkan pada tahun 2024 mendatang.

“Kami tetap optimistis target [penerimaan pajak] bisa tercapai,” ujar Dwi.

Realisasi 2023 dan Target 2024

Realisasi penerimaan pajak sepanjang Januari—September 2023 telah mencapai Rp1.387,7 triliun, atau mencapai 80,78% dari target APBN tahun anggaran 2023.

Realisasi pajak tersebut ditopang oleh penerimaan dari PPh nonmigas sebesar Rp771,75 triliun, atau 88,34% dari target. Realisasi ini meningkat 6,69% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Di sisi lain, PPh migas realisasinya tercatat sebesar 54,31 triliun atau mencapai 88,40% terhadap target 2023. Realisasi ini turun 12,6% dibandingkan tahun lalu. 

Lebih lanjut, realisasi dari PPN dan PPnBM hingga September 2023 tercatat sebesar Rp536,73 triliun atau telah mencapai 72,24%. Selain itu, penerimaan dari PBB dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp24,99 triliun, atau sebesar 62,45% dari target 2023.

Untuk tahun 2024, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.988,9 triliun pada tahun 2024, tumbuh 9,4% dari proyeksi realisasi 2023 sebesar Rp1.818,2 triliun.

Pencapaian penerimaan pajak tersebut didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil. Selain itu, terdapat spillover effect dari kenaikan harga komoditas tahun 2022. Profit tahun 2022 pada SPT Tahunan yang disampaikan dan dibayarkan PPh terutang pada April 2023 pun turut memberi dampak positif.

Di akhir tahun 2023, pertumbuhan penerimaan terutama ditopang oleh Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), yang diperkirakan tumbuh 10,9 persen menjadi Rp811,4 triliun sejalan dengan peningkatan konsumsi. Kemudian Pajak Penghasilan juga diproyeksikan tumbuh 8,6 persen menjadi Rp1.139,8 triliun. Sementara PBB dan Pajak Lainnya diperkirakan tetap Rp37,7 triliun.

Selain itu, strategi pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur juga diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi.

Note: realisasi pajak 2023 sudah diperbarui sesuai dengan update konpers APBN Kita 25 Oktober 2023 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper