Bisnis.com, JAKARTA - Pembentukan sub holding berbasis komoditas di PTPN Group sudah melalui pengkajian mendalam dari sisi regulasi hingga bisnis sehingga tidak melanggar Undang-Undang Anti Monopoli.
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron meyakini tidak ada potensi BUMN perkebunan ini akan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang Anti Monopoli).
“Merger usaha sejenis yang dilakukan oleh PTPN Group saat ini bukan untuk bersaing. Tidak ada potensinya sama sekali melanggar undang undang persaingan usaha,” katanya, Kamis (2/11/2023).
Dia memastikan kebijakan BUMN perkebunan ini justru adalah sebuah transformasi agar kinerja perusahaan meningkat, baik dibidang keuangan maupun tata kelola korporasi.
Herman Khaeron mengatakan PTPN Group hanya menggabungkan beberapa perusahaan yang memiliki komoditas sejenis. Jika dihitung dari volume produksi, hanya sekitar 6% dari total produksi sawit nasional. Artinya, masih banyak perusahaan swasta yang mengisi kebutuhan nasional.
“Tidak ada potensi praktik monopoli. Kecuali, kalau supplier minyak goreng atau gula wajib melalui PTPN. Itu baru melanggar usaha. Ini kan tidak. Ini hanya merger anak usaha yang mengelola komoditas yang sama,” terangnya.
Baca Juga
Lebih jauh, Herman Khaeron mengatakan pembentukan sub holding PTPN Group, baik PalmCo untuk sawit maupun SugarCo untuk gula, sudah melalui pembahasan yang mendalam dan komprehensif di Komisi VI DPR RI.
“Persoalan ini sudah dibahas berulang kali di Komisi VI dan memang berbagai strategi digunakan untuk memberikaikan kinerja PTPN,” tambahnya.
Dia mengatakan tujuan transformasi bisnis dan korporasi adalah menjadikan perusahaan sehat dan berkinerja positif. Dia memaparkan transformasi diawali dengan membentuk Holding PTPN Group, kemudian melakukan restrukturisasi utang.
Setelah restrukturisasi, dia mengakui PTPN Group sudah membukukan laba bersih. Namun, jelasnya, harus ada langkah strategis agar keuntungan ini berlanjut, sehingga ada dana untuk mencicil utang yang jumlahnya begitu besar serta menambah modal perusahaan melakukan rencana dan ekspansi bisnis.
“Sekarang waktunya melakukan transformasi. Transformasinya ke mana? Sesuai dengan kebijakan Kementerian BUMN untuk membentuk sub holding. Ada Sub Holding Palmco dan SugarCo,” ujar Herman Khaeron.
Dia mengatakan strategi yang sama juga sudah dilakukan terhadap beberapa BUMN. Dia mencontohkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) awalnya dibentuk dalam kluster perwilayahan, misalnya Pelindo I wilayah Barat, Pelindo II Timur dan seterusnya.
Demikian juga PTPN Group saat ini, seperti wilayah Sumatera Utara ada PTPN III, PTPN VIII di Jawa Barat, PTPN IX, X dan XI di Jawa Timur
“Transformasinya setelah dilakukan kajian mendalam di DPR RI. Jadi kami mencoba dengan melakukan klaster per komoditas. Komoditas-komoditas saat ini menjadi keunggulan,” sambung Herman Khaeron.
Konteks dari transformasi, urainya, adalah bagaimana untuk bisa di antara anak perusahaan ini tidak bersaing. Sehingga bisa dijadikan satu strategi, satu permodalan, satu komoditas dan satu tujuan, yaitu untuk bisa mendapatkan profit, dan pada akhirnya meningkatkan penerimaan negara.
Sebelumnya, Ketua DPD RI AA LaNyalla Machmud Mattalitti mengatakan aksi merger anak usaha PTPN Group yang dilakukan oleh Kementerian BUMN berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Bidang Pertanian dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sementara itu, Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Mohammad Abdul Ghani mengatakan pembentukan subholding untuk akselerasi sinergitas, optimalisasi sumber daya lebih mudah diintegrasikan dan memperkuat daya saing PTPN sebagai instrumen negara.
Landasan hukum kebijakan ini, antara lain UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, di mana PTPN hadir sebagai instrumen negara. Program Revitalisasi Industri Gula Nasional & Hilirisasi Industri Kelapa Sawit (Permenko No 9 Tahun 2022), serta Percepatan Swasembada Gula Nasional & Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel) (Perpres No 40 Tahun 2023).