Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan terdapat 4 kategori barang impor yang masuk dalam positive list atau barang-barang yang diperbolehkan impor secara langsung.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kemendag, Isy Karim, menyebut, terdapat empat kategori barang yang masuk dalam positive list atau barang-barang yang diperbolehkan impor secara langsung.
Keempat kategori tersebut, buku, film, perangkat lunak dan musik atau alat musik. Menurut Isy, tiap kategori tersebut juga memiliki beberapa kode Harmonized System (HS) atau daftar penggolongan barang.
"Terkait dengan buku, yang dikategorikan ada sembilan jenis HS, ada lima HS untuk film, lima untuk perangkat lunak, software dan empat untuk kategori musik," kata Isy di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa (31/10/2023).
Isy menyampaikan, keempat jenis barang tersebut boleh dijual dengan harga di bawah US$100 per unit pada penjualan lintas negara secara langsung atau cross border.
Sementara itu, untuk barang-barang di luar empat kategori tersebut akan masuk dalam negative list atau barang-barang impor yang mendapat pengawasan dengan ketentuan khusus, seperti dijual dengan harga minimum US$100 dolar per unit, menyertakan sertifikat Halal, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk makanan dan kosmetik serta sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Baca Juga
Beberapa barang yang masuk dalam kategori negative list antara lain tekstil, alas kaki, aksesoris, mainan anak, kosmetik, makanan dan minuman, obat tradisional dan suplemen, pakaian jadi serta tas.
"Pada prinsipnya, pembatasan 100 dolar AS per unit itu untuk barang-barang ini [negative list], semua sepanjang dijual oleh merchant dari luar negeri langsung maka akan terkena ketentuan barang-barangnya harus ada minimal 100 dolar AS. Untuk di luar itu, boleh dijual di bawah 100 dolar AS per unit yang cross border," ujarnya.
Sebagai bentuk pengawasan terkait peredaran barang-barang impor, Kemendag bersama beberapa kementerian dan lembaga terkait membentuk sistem pengawasan terpadu.
Isy menyampaikan, pemerintah tengah membangun sebuah aplikasi yang digunakan untuk melakukan patroli siber dengan sistem intelegensi artifisial (AI) atau kecerdasan buatan.
"Ini yang kita gunakan untuk meminimalisir, memitigasi supaya tidak terjadi merchant yang nakal. Mudah-mudahan ini bisa cukup efektif untuk mengurangi terjadinya praktik-praktik yang tidak fair," ujar Isy.