Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia telah melemah dengan mengikuti kerugian di pasar saham, ketika Israel menunda invasi daratnya ke Gaza di tengah upaya diplomatik untuk menjamin pembebasan lebih banyak orang yang disandera Hamas.
Berdasarkan data Bloomberg, Senin (23/10/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Desember 2023 melemah 1,09% atau 0,96 poin menjadi US$87,12 per barel pada pukul 13.59 WIB.
Kemudian, harga minyak Brent kontrak Desember 2023 juga melemah 0,89% atau 0,82 poin ke US$91,34 per barel.
Harga minyak WTI telah diperdagangkan mendekati US$87 per barel setelah naik dua minggu berturut-turut, dan minyak Brent telah menurun di bawah US$92 per barel.
Minyak Brent sendiri telah menguat sekitar 8% sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Kekhawatiran akan meluasnya konflik tersebut ke negara-negara lain, seperti Lebanon, Iran, dan kemungkinan besar Amerika Serikat juga muncul. Timur Tengah juga memasok sepertiga minyak mentah dunia.
Diketahui, Israel telah memperingatkan Hizbullah, yang didukung Iran, berisiko menyeret tetangganya yakni Lebanon ke dalam perang, Israel juga melanjutkan serangan udara yang gencar terhadap Hamas di Gaza.
Baca Juga
Selain itu, lebih dari 60.000 orang di Israel juga telah dievakuasi di sepanjang perbatasan dengan Lebanon.
“[Minyak] mengambil jeda sementara fokus pada bantuan kemanusiaan dan pembebasan sandera menunjukkan bahwa potensi invasi darat dari Israel dapat menunggu," kata pakar strategi pasar di IG Asia Pte, Yeap Jun Rong, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (23/10).
Rong juga menuturkan bahwa setidaknya untuk saat ini, hal tersebut mungkin terdapat risiko adanya eskalasi lebih lanjut.
Menurut data bursa pada Jumat (20/10), akibat adanya perang tersebut, pada pedagang minyak telah meningkatkan posisi bullish, dengan lindung nilai (hedge fund) meningkatkan taruhan gabungan mereka pada pekan yang berakhir pada 17 Oktober 2023, bahwa Brent dan WTI akan meningkat. Volatilitas minyak mentah juga melonjak minggu lalu.
Kemudian, berdasarkan proyeksi analis RBC Capital Markets LLC termasuk Michael Tran, minyak mentah dapat naik US$10 per barel jika krisis di Timur Tengah dapat memburuk. Namun, durasi keberlanjutan reli seperti itu juga sama sekali tidak pasti.
Premi risiko perang di Timur Tengah mungkin juga dapat diimbangi oleh prospek lebih banyak ekspor minyak mentah Venezuela, setelah AS pada pekan lalu mengambil langkah pertama dalam menarik kembali kebijakan sanksinya.
Perusahaan-perusahaan seperti Chevron Corp, Rosneft PJSC, dan Repsol SA siap untuk mendapatkan keuntungan dari pembukaan kembali.