Bisnis.com, JAKARTA - Laporan bertajuk Beyond the Digital Frontier: Bagaimana Saluran Offline Memacu Kemajuan Merek Lokal menyebutkan e-commerce masih belum melampaui ritel tradisional.
Evermos, platform social commerce, dan Katadata Insight Center meluncurkan laporan yang mengidentifikasi pola dan perilaku konsumen dan brand lokal guna memberikan wawasan mengenai pertumbuhan merek lokal di Indonesia.
Laporan yang berjudul “Beyond the Digital Frontier: Bagaimana Saluran Offline Memacu Kemajuan Merek Lokal” menemukan bahwa saluran offline masih memiliki persepsi yang lebih positif di kalangan konsumen dibandingkan dengan saluran online, meskipun pada dekade terakhir ini ecommerce memberikan dampak besar pada perekonomian.
“Sektor e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat selama satu dekade lalu, apalagi di tengah pandemi Covid-19, namun laporan ini menunjukkan bahwa e-commerce masih belum melampaui signifikansi ritel tradisional, terlihat dari hanya satu dari tiga masyarakat Indonesia yang aktif menggunakan e-commerce,” kata Ghufron Mustaqim, Co-Founder dan CEO, Evermos dalam keterangan tertulis, Selasa (3/10/2023).
Meskipun dibantu pertumbuhan e-commerce yang pesat, UMKM masih menghadapi banyak tantangan dalam perkembangan bisnisnya. UMKM mencakup 99 persen bisnis di Indonesia dan menyumbang 61,9 persen terhadap total PDB Indonesia pada tahun 2022.
Namun, banyak bisnis yang kesulitan bersaing dengan pemain besar karena faktor-faktor seperti terbatasnya inovasi, terbatasnya akses pasar, dan kesulitan dalam meningkatkan skala usaha.
Baca Juga
Walaupun UMKM telah menerapkan upaya transformasi digital dan saluran distribusi online, kesulitan yang mereka hadapi saat berekspansi ke kota-kota kecil di Indonesia—yang merupakan rumah bagi sekitar 87 persen penduduk Indonesia—masih belum terselesaikan.
Gundy Cahyadi, Direktur Riset Katadata Insight Centre, menyampaikan laporan ini menunjukkan pola yang konsisten di antara merek-merek unggulan nasional: semakin besar suatu merek tumbuh, semakin besar pula kontribusi dari saluran offline.
“Merek-merek terkemuka yang diakui secara nasional menyadari pentingnya memiliki strategi connected commerce, sehingga memudahkan konsumen untuk berpindah antara saluran online dan offline secara terintegrasi. Oleh karena itu, merek-merek yang sedang naik daun tidak boleh mengabaikan manfaat saluran offline terhadap kinerja bisnis, mengingat dinamika pasar di Indonesia,” jelas Gundy.
Laporan tersebut menghasilkan lima kesimpulan utama. Pertama, e-commerce meskipun berdampak besar dan menjadi fokus perhatian dalam dekade terakhir, masih merupakan bagian kecil dari perekonomian Indonesia. Dua dari tiga masyarakat Indonesia bukan pengguna aktif e-commerce.
Kedua, konsumen pada umumnya lebih menyukai saluran offline dibandingkan saluran online, meskipun saluran online menawarkan pilihan harga yang lebih baik. Masih rendahnya faktor kepercayaan membuat non-pengguna tidak tertarik berbelanja online.
Di antara nonpengguna e-commerce, 85 persen enggan berbelanja online karena kekhawatiran terhadap kualitas produk yang dijual online; 79 persen khawatir barang tidak sampai dalam kondisi baik; dan 79 persen khawatir akan penipuan dalam transaksi online.
Ketiga, merek-merek national champion, terutama yang memiliki penjualan tahunan melebihi Rp 500 miliar, telah membangun kehadiran yang kuat di saluran offline, dan secara konsisten mengungguli rekan-rekan online mereka.
Meskipun semua merek national champion sepakat bahwa strategi multichannel sangat penting untuk brand awareness dan memandang saluran online dan offline sama pentingnya, merek-merek national champion tetap mempertahankan kehadiran offline yang kuat untuk memenuhi permintaan nasional, terutama di kota-kota tier rendah.
Keempat, saluran offline tidak hanya berfungsi sebagai saluran distribusi. Saluran offline juga terbukti meningkatkan brand awareness dan loyalitas konsumen.
Kelima, inovasi sangat penting untuk mempertahankan unique selling point suatu merek dan menciptakan dampak jangka panjang di benak konsumen, baik dari segi inovasi produk maupun strategi pemasaran.
Meskipun 10 merek nasional yang diwawancarai sepakat bahwa inovasi adalah prioritas utama, hanya 16 persen dari merek-merek baru yang disurvei mengindikasikan inovasi sebagai pendekatan pertumbuhan yang disukai.