Bisnis.com, JAKARTA – The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merevisi ke atas outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,9 persen pada 2023.
Proyeksi tersebut naik 0,2 persen dari proyeksi sebelumnya pada Juni 2023 sebesar 4,7 persen.
Dalam OECD Economic Outlook, Interim Report September 2023, lembaga tersebut memandang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di negara-negara berkembang utama Asia, yaitu Indonesia akan stabil di 5 persen.
“Pertumbuhan PDB di negara-negara berkembang utama Asia lainnya, India dan Indonesia, diproyeksikan relatif stabil pada tahun 2023 dan 2024: sekitar 6 persen untuk India dan 5% untuk Indonesia,” tulis OECD, dikutip, Minggu (24/9/2023).
Kinerja tersebut diproyeksi naik, di tengah perlambatan ekonomi China dan ketatnya suku bunga di negara-negara maju.
Secara global, pertumbuhan PDB global diproyeksikan tetap di bawah rata-rata pada 2023 dan 2024, masing-masing sebesar 3 persen dan 2,7 persen, tertahan oleh pengetatan kebijakan makroekonomi yang diperlukan untuk mengendalikan inflasi.
Baca Juga
Sejalan dengan hal tersebut, OECD menyatakan bahwa inflasi sangat bervariasi di antara negara-negara berkembang G20.
Namun demikian, faktor-faktor utama yang sama yang mempengaruhi inflasi di negara-negara maju, yakni penurunan kembali harga energi dan makanan serta pengetatan kebijakan di sebagian besar negara-negara besar. Hal ini juga berdampak pada ekonomi negara-negara berkembang.
Inflasi harga konsumen utama untuk negara-negara berkembang G20 secara keseluruhan diproyeksikan turun dari 9,1 persen pada 2022 menjadi 7,2 persen pada tahun ini, dan terus menurun menjadi 6,6 persen pada 2024.
“Dengan inflasi menurun hingga di bawah 4 persen di Brasil, Indonesia, dan Meksiko, serta tetap sangat rendah di China,” kata OECD.
Secara keseluruhan, meski ekonomi Indonesia masih akan tumbuh, terdapat faktor risiko yang mengancam. Pertama, perlambatan yang lebih tajam dari perkiraan di China merupakan risiko utama tambahan yang akan menekan pertumbuhan output di seluruh dunia.
Kedua, risiko geopolitik. Ketiga, risiko terkait adalah bahwa guncangan pasokan yang merugikan di pasar komoditas global dapat terulang kembali. Harga makanan dan energi memiliki bobot yang besar dalam indeks harga konsumen di banyak negara dan merupakan faktor penentu penting bagi ekspektasi inflasi rumah tangga.