Bisnis.com, TANGGAMUS – Pemerintah Daerah (Pemda) Lampung membuka kesempatan seluas-luasnya untuk pihak perusahaan untuk terlibat dalam pengembangan kawasan perhutanan sosial.
Kepala Bidang Penyuluhan, Pemberdayaan Masyarakat dan Usaha Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Wahyudi, mengatakan perhutanan sosial merupakan salah satu program pemerintah pusat yang gencar dilaksanakan di daerah-daerah.
Dia mengatakan, perhutanan sosial memungkinkan warga sekitar untuk mengelola usaha-usaha yang mungkin dilakukan pada sebuah kawasan hutan untuk dapat meningkatkan perekonomian daerah. Program tersebut juga telah tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 9/2021 tentang pengelolaan perhutanan sosial.
Adapun, warga yang berhasil mendapat izin pengelolaan perhutanan sosial akan memiliki waktu 35 tahun untuk mengembangkan kawasan tersebut. Perizinan tersebut dapat diperpanjang lagi selama 35 tahun jika menunjukkan hasil pengelolaan yang memuaskan.
“Salah satu poin di dalamnya adalah petani atau warga yang sudah mendapat izin dipersilahkan melakukan usaha budidayanya. Tetapi mereka juga meningkatkan usahanya, bisa bekerja sama dengan beragam pihak, baik swasta, BUMN, BUMD, maupun perusahaan lainnya,” katanya saat ditemui di Desa Gunungsari, Kabupaten Tanggamus, Lampung, dikutip Kamis (3/8/2023).
Wahyudi menuturkan, hingga saat ini terdapat sekitar 348 unit kawasan perhutanan sosial di seluruh Provinsi Lampung dengan luas sekitar 200.000 hektare yang melibatkan 91.114 kepala keluarga. Sementara itu, pihaknya mencatat masih ada sekitar 170.000 hektare kawasan yang dapat dikembangkan menjadi perhutanan sosial.
Baca Juga
Mengingat potensinya yang cukup baik, pihaknya pun membuka peluang kolaborasi antara pihak perusahaan dengan warga sekitar untuk mengembangkan kawasan perhutanan sosial. Adapun, Wahyudi mengatakan pemerintah daerah akan turut terlibat dalam fungsi pengawasan dan regulasi terkait seperti kemudahan pemberian izin pengelolaan.
“Jadi, kami tidak pasang kumis tebal lagi. Perusahaan-perusahaan bisa terlibat dengan memberikan pengetahuan atau inovasi teknik baru, sementara kami akan permudah masalah perizinannya,” jelas Wahyudi.
Dia melanjutkan, Pemerintah Provinsi Lampung mendorong pengelolaan kawasan perhutanan sosial dengan pola agroforestry atau wanatani. Sistem ini merupakan bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian.
Wahyudi melanjutkan, salah satu contoh pengelolaan kawasan perhutanan sosial di Lampung adalah program kemitraan antara Louis Dreyfus Company (LDC) Indonesia dengan petani kopi di Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Dia menuturkan, pihaknya pun merespons positif upaya-upaya yang dilakukan LDC Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan para petani kopi serta melestarikan kawasan perhutanan di wilayah tersebut.
Budidaya Kopi
Agronomis Louis Dreyfus Company di Area Lampung Danang Arief Maulana menjelaskan, program kemitraan dengan para petani kopi di wilayah Tanggamus telah dimulai sejak 2014. Dia mengatakan, jumlah petani kopi binaan LDC di Desa Gunung Sari, Tanggamus mencapai lebih dari 800 orang.
Sementara itu, secara nasional LDC menjalin kemitraan dengan lebih dari 15 ribu petani kopi yang tersebar di beberapa wilayah seperti Lampung dan Sumatera Selatan.
Danang menuturkan, edukasi dan pembinaan budidaya kopi dilaksanakan guna meningkatkan produktivitas tanaman para petani. Dengan demikian, perekonomian serta kesejahteraan petani dan daerah sekitarnya pun dapat turut meningkat.
Salah satu teknik budidaya yang dikembangkan melalui program kemitraan ini adalah sistem agroforestry yang melibatkan beragam macam tanaman dalam sebuah area perkebunan kopi. Dia menuturkan, sistem perkebunan ini umumnya terdiri dari kopi sebagai tumbuhan utama serta tanaman pohon atau hortikultura lainnya sebagai tanaman penaung.
Beberapa contoh tanaman yang ditanam bersama dengan kopi pada wilayah ini diantaranya adalah pisang, durian, alpukat, lada, pepaya, dan lainnya. Dia menuturkan, pemilihan tanaman-tanaman tersebut salah satunya didasarkan oleh nilai jual yang cukup tinggi di pasar.
“Periode panen kopi itu hanya berlangsung pada April hingga Agustus tiap tahunnya. Dengan adanya tanaman-tanaman lain itu, mereka akan memiliki penghasilan lain saat 7 bulan kosong itu,” jelasnya.
Selain itu, LDC juga membantu para petani kopi untuk mempersiapkan tanahnya untuk penanaman kopi secara berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan membuat pupuk kompos dari kulit biji kopi yang tersisa setelah melalui proses penggilingan.
Danang menuturkan, penggunaan kompos dari kulit biji kopi bertujuan untuk mengembalikan nutrisi yang ada pada sisa tanaman tersebut ke tanah. Hal ini diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan hasil panen secara berkelanjutan dalam jangka panjang.
Salah satu petani kopi binaan LDC, Jumadi (50) mengakui program kemitraan ini berimbas positif terhadap produktivitas lahan dan kesejahteraannya. Salah satu pengetahuan baru yang dia dapatkan dari program ini adalah pembuatan pupuk kompos dan teknik pemangkasan pohon agar mendapat hasil produksi yang lebih baik.
Selain itu, dia juga mendapat pengetahuan untuk mempersiapkan lahan perkebunan kopinya dengan lebih baik sebelum masa produksi dimulai. Dengan persiapan yang lebih matang, petani yang sudah menjadi mitra LDC sejak 2014 itu menyebut hasil panen pada lahan yang ia miliki seluas 3 hektare dapat naik hingga 100 persen.
“Dulu saya menanam kopi hanya karena ikut orang tua saja, tekniknya pun juga ikut orang tua. Sekarang, saya mendapat pengetahuan yang lebih bagus seperti cara menjemur kopi dengan optimal,” ujarnya.
Sementara itu, Asnawi (40) yang masuk menjadi petani mitra LDC sejak 2020 mengatakan praktik penanaman tumbuhan-tumbuhan penaung memiliki dampak yang positif, terutama dari sisi ekonomi.
“Sebelumnya kami sudah ada inisiatif sendiri untuk menanam tumbuhan penaung. Dengan pengetahuan tentang tanaman-tanaman yang lain seperti lada dan cabai, saya bisa menjual hasil panen itu untuk ngebantu kalau kopi sedang tidak musim,” jelasnya.
Asnawi juga menyebutkan, dirinya tidak mengalami kesulitan saat menjual hasil panen kopi dari lahannya. Pasalnya, pihak LDC juga telah menunjuk pengepul atau mitra pemasok untuk membeli hasil panennya dengan harga yang adil.