Bisnis.com, JAKARTA – Gaung wacana dedolarisasi berpotensi meningkat. Hal ini lantaran dipangkasnya peringkat utang Amerika Serikat oleh Fitch Ratings, yang bertepatan dengan momen KTT negara-negara BRICS akhir bulan ini.
Sebelumnya, Fitch memangkas peringkat utang jangka panjang AS dari level tertinggi AAA menjadi AA+. Alasan Fitch memangkas peringkat tersebut didorong oleh perkiraan bahwa AS akan mengalami penurunan fiskal selama tiga tahun ke depan, serta perselisihan pagu utang yang berulang kali, dimana dapat mengancam kemampuan pemerintah untuk membayar tagihannya.
Adapun dedolarisasi merupakan gerakan mengganti penggunaan dolar AS sebagai mata uang utama untuk perdagangan dan/atau komoditas lainnya. Gerakan ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah berbagai negara untuk mendongkrak nilai tukar mata uangnya terhadap dolar AS.
Melansir Bloomberg, Jumat (4/8/2023), tim analis Macquarie, yang dipimpin oleh Thierry Wizman, mengatakan bahwa penurunan peringkat utang AS berpotensi dapat memberikan ‘amunisi’ kepada negara-negara yang menyerukan alternatif terhadap dominasi dolar AS.
Penurunan peringkat utang AS oleh Fitch kemungkinan juga akan dibahas dalam KTT BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) akhir bulan ini, sebagai taktik untuk gerakan dedolarisasi dan membantu mempromosikan mata uang baru.
“Jika itu penting dalam membentuk sentimen terhadap dolar di pengadilan opini publik global, maka status dolar hanya akan turun lagi,” ungkap Wizman.
Baca Juga
Jauh sebelum KTT, negara-negara anggota BRICS telah menjajaki wacana dedolarisasi. Brasil, misalnya, tahun ini mulai melakukan perdagangan dengan mata uang lain seperti yuan China dan rubel Rusia.
Pada April 2023, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva memberikan dukungannya untuk menciptakan unit moneter BRICS yang akan digunakan oleh para anggotanya yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.
"Mengapa sebuah institusi seperti bank BRICS tidak dapat memiliki mata uang untuk membiayai hubungan perdagangan antara Brasil dan China, antara Brasil dan semua negara BRICS lainnya? Siapa yang memutuskan bahwa dolar adalah mata uang perdagangan setelah berakhirnya paritas emas?" ungkap Lula seperti dilansir Asia Times, Jumat (4/8/2023).
Tak Jadi Agenda KTT
Di sisi lain, Duta Besar Afrika Selatan untuk Asia dan BRICS Anil Sooklal menyebutkan bahwa mata uang BRICS tidak akan menjadi agenda pertemuan KTT ini di Afrika Selatan pada Agustus 2023. Meski demikian, Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan akan terus beralih dari dolar AS.
"Tidak pernah ada pembicaraan mengenai mata uang BRICS, hal ini tidak ada dalam agenda. Apa yang telah kami sampaikan dan terus kami perdalam adalah perdagangan dalam mata uang lokal dan penyelesaian dalam mata uang lokal," katanya sebagaimana dikutip dari Reuters, Senin (24/7/2023).
Sementara itu, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov merupakan beberapa pemimpin BRICS yang menggembar-gemborkan ide mata uang bersama.
Adanya mata uang tersendiri dari Blok ini bertujuan untuk menantang dominasi Barat dalam keuangan global di tengah-tengah pengasingan Rusia yang dijatuhi sanksi setelah menginvasi Ukraina tahun lalu. Hal ini telah mendorong negara-negara untuk mencari alternatif-alternatif lain selain dolar, terutama di antara sekutu-sekutu non-AS.