Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Amerika Serikat (AS) Fitch Ratings menurunkan peringkat utang jangka panjang Amerika Serikat (AS) dari ‘AAA’ menjadi ‘AA+’.
Mengutip Bloomberg, Rabu (2/8/2023) Fitch Ratings mengungkapkan alasan penurunan peringkat kredit AS tersebut adalah kemunduran fiskal AS yang diperkirakan akan terjadi dalam tiga tahun ke depan karena beban utang yang meningkat.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan terdapat sejumlah dampak bagi Indonesia dari penurunan peringkat kredit AS oleh Fitch.
Pertama adalah dampak terhadap angka-angka makro ekonomi Indonesia. Hal ini lantaran peringkat utang AS menjadi cerminan dari lemahnya kinerja fiskal AS yang berdampak pada ekonomi domestik mereka.
Kemudian, suku bunga acuan AS yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama dapat menekan permintaan domestik dan dapat berdampak pada penurunan permintaan impor, termasuk dari Indonesia.
Sebagai catatan, suku bunga The Fed telah naik dari 0,25 persen pada 2021 dan kini telah mencapai 5,5 persen. Hal ini lantaran lonjakan inflasi AS akibat pasar tenaga kerja yang ketat dan kenaikan harga energi, sehingga mendorong kenaikan suku bunga.
Baca Juga
"Pada titik ini, kami melihat dampaknya terhadap makroekonomi Indonesia akan dirasakan melalui kinerja perdagangan dan investasi AS yang lebih rendah," ungkap Andry dalam risetnya, Rabu (2/8/2023).
Per 23 Mei 2023, ekspor Indonesia ke AS telah turun 23,2 persen secara year-to-date (ytd) dan 30,9 persen secara year-on-year (yoy). Dampak terbesar ada pada ekspor tekstil, furnitur, dan produk karet.
“Perlambatan ekspor akan membatasi kemungkinan Indonesia untuk memiliki pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada tahun 2023 dan 2024. Dorongan terbesar akan datang dari ekonomi domestik ketika Pemerintah mendorong percepatan belanja.” jelasnya.
Kemudian, pasar keuangan Indonesia juga akan terdampak melalui volatilitas arus modal asing. Namun, Andry percaya bahwa ruang untuk arus keluar modal asing terbatas karena AS telah melakukan eksekusi besar-besaran pada tahun lalu.
Untuk tahun ini, dengan indikator domestik yang stabil, terutama untuk indikator utama seperti data inflasi, Indonesia masih menjadi salah satu negara tujuan arus masuk modal asing.
“Kami memperkirakan bahwa segera setelah The Fed menyatakan cukup dengan kenaikan suku bunga, modal asing akan masuk ke pasar modal Indonesia,” pungkasnya.
Arus Modal Asing
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat aliran masuk modal asing ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp94,52 triliun sepanjang 2023 atau hingga 27 Juli 2023.
“Selama tahun 2023, berdasarkan data setelmen sampai dengan 27 Juli 2023, nonresiden beli neto Rp94,52 triliun di pasar SBN,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, dikutip Minggu (30/7/2023).
Pada periode yang sama, Erwin mengatakan aliran masuk modal asing ke pasar saham juga tercatat sebesar Rp18,40 triliun.
Sementara itu, pada pekan keempat Juli 2023, BI mencatatkan aliran modal keluar sebesar Rp300 miliar di pasar SBN.
Di sisi lain, terjadi aliran modal masuk ke pasar saham sebesar Rp1 triliun. Dengan demikian, secara total, tercatat aliran modal masuk Rp700 miliar ke pasar keuangan domestik pada pekan keempat Juli 2023.
Dampak ke Rupiah Minim
Di sisi lain, langkah Fitch Ratings menurunkan peringkat utang AS dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan penurunan peringkat utang jangka panjang AS berpotensi mendorong risk-off sentiment di pasar keuangan global, termasuk pasar keuangan negara berkembang dalam jangka pendek.
Pada perdagangan sesi pagi, rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS. Josua mengatakan penurunan peringkat utang AS berimplikasi pada peningkatan cost borrowing pemerintah AS, sehingga berpotensi mendorong yield UST.
“Akibatnya, investor akan menempatkan investasi ke safe-haven asset lainnya,” kata Josua.
Namun dengan mempertimbangkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang solid dan berbagai kebijakan dalam rangka stabilisasi nilai tukar dari pemerintah dan Bank Indonesia, Josua memperkirakan nilai tukar rupiah relatif stabil.
“Sekalipun melemah, diperkirakan cenderung terbatas dan bersifat sementara,” katanya.