Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom mengungkapkan hubungan Indonesia dengan China memang cukup erat baik dari perdagangan dan investasi, tetapi tak terbebas dari sejumlah masalah dan ancaman.
Peneliti China-Indonesia di Center for Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan bahwa terdapat masalah serius terkait investasi China di Indonesia dan perlu menjadi perhatian.
“Ada masalah invetasi yang perlu jadi perhatian adalah peningkatan utang luar negeri Indonesia dari China dan potensi perangkap utang. Apa yang terjadi di Srilangka, Zimbabwe, saya tidak akan mengatakan Indonesia tidak akan seperti itu, tetapi tanda dari indikasi tersebut ada,” ujarnya saat acara Diskusi Pakar Ekonomi Makro di Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Fikar, sapaannya, menyampaikan contoh adanya potensi perangkap utang dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Per April 2023, Bank Indonesia mencatat China menjadi negara keempat terbesar pemberi utang luar negeri (ULN), senilai US$20,42 miliar.
Fikar mengatakan bahwa masalah belum selesai sampai di situ. Ketergantungan Indonesia dengan China justru mengarah kepada isu hak asasi manusia (HAM).
Bagaimana ketergantungan Indonesia dengan China, perdagangan dan investasi, mendorong Indonesia tidak memiliki posisi yang kuat terhadap Laut China Selatan. Bahkan menurut penelitian yang Fikar paparkan, Indonesia hanya mampu memonitor kapal China yang masuk ke laut Indonesia, tanpa perlawanan.
“Ketika ada konflik China-Taiwan, kita [Indonesia] juga diam. Ketika PBB mau berdebat soal Uighur, kita bilang ‘enggak’. Ketergantungan ekonomi kita sudah membuat kita nggak berani berbicara terkait isu HAM yang berkaitan terhadap China,” jelasnya.
Lebih mengkhwatirkan lagi, dengan Indonesia dan China yang telah menandatangai Local Currency Settlement (LCS), di mana dua negara menggunakan yuan dan rupiah dalam transaksi ekonomi karena Negara Tirai Bambu itu gemar melakukan devaluasi mata uang.
Ancaman-ancaman tersebut telah tampak, bahkan hingga lingkungan yang terancam akibat investasi-investasi China. Fikar juga berpendapat karena China pula, pemerintah melakukan kebijakan yang berubah-ubah terkait ekspor, khususnya komoditas mineral.
Ancama tersebut terjadi, sekalipun Presiden China Xi Jinping mengatakan bahwa Indonesia sebagai destinasi dan menjadi teman seperjuangan.