Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Melambat, Menkeu Sri Mulyani Khawatirkan Dampak ke APBN

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatirannya seiring perlambatan kinerja ekspor dan impor terhadap APBN.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan kinerja APBN Kita edisi Juli 2023./ Dok Youtube Kemenkeu RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan kinerja APBN Kita edisi Juli 2023./ Dok Youtube Kemenkeu RI

Bisnis.com, JAKARTA –– Kinerja perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor, kembali menunjukkan adanya perlambatan pada Juni 2023. Kondisi tersebut membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati cukup was-was. Perlambatan ini dikhawatirkan berampak pada kinerja dan target dalam Anggaran Pendatapan dan Belanja Negara (APBN) 2023. 

“Ekspor Indonesia terlihat adanya perlambatan, ini mempengaruhi kinerja APBN,” katanya dalan konferensi pers APBN Kita, Senin (24/7/2023). 

Sebagai gambaran pada semester I/2023 pendapatan bea keluar terkontraksi hinga 77 persen berbanding dari periode yang sama pada 2022 atau anjlok dari Rp23,1 triliun menjadi hanya Rp5,3 triliun. 

Penurunan bea keluar ini terutama disebabkan harga komoditas ekspor minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang lebih rendah. Termasuk komoditas batu bara. Selain itu, turunnya volume ekspor tembaga dan bauksit dan menurunnya tarif bea keluar produk mineral sebagai dampak dari hilirisasi sumber daya alam (SDA). 

Di sisi lain, Sri Mulyani melihat kinerja ekspor terganjal oleh menurunnya permintaan di pasar global. Tercermin dari PMI manufaktur pada Juni 2023 di negara G20 dan Asean-6, di mana 61,9 persen terkontraksi (di bawah 50). Hanya Indonesia, Turki, dan Meksiko yang berstatus ekspansi akselerasi. 

“Dengan ekonomi dunia melemah, permintaan menurun dan harga komoditas terkoreksi, tren dari ekspor mengalami penurunan dari growth double digit, sekarang kontraksi,” ujarnya. 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Juni 2023 turun cukup dalam sebesar 21,18 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy). Utamanya terhadap sektor migas dan nonmigas, baik secara tahunan maupun bulanan, seiring dengan penurunan harga komoditas ekspor unggulan.

Hal serupa terjadi pada nilai impor yang juga mengalami penurunan cukup dalam hingga 18,3 persen (yoy), setelah mengalami kenaikan pada bulan sebelumnya. Penurunan nilai impor terjadi pada kelompok migas dan nonmigas. 

Terlepas dari pelemahan tersebut, Indonesia masih mencatatkan prestasi dengan tren surplus yang terjaga selama 38 bulan berturut-turut. Akumulasi surplus tahun ini mencapai US$19,93 miliar, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang hampir mencapai US$25 miliar. 

Meski demikian, kinerja perdagangan luar negeri pada 2023 berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kontribusinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai target 5,3 persen pada akhir tahun ini.

Target Pertumbuhan Ekonomi Terancam

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Mohammad Faisal melihat perlambatan ekspor mengancam dan menyempitkan surplus neraca perdagangan.

Jika surplus perdagangan menyempit, artinya kontribusi dari net ekspor terhadap PDB menjadi lebih rendah dan akan membuat target pertumbuhan ekonomi yang dipasang oleh pemerintah sebesar 5,3 persen akan meleset

Menurutnya pun target pemerintah tersebut terlampau terlalu tinggi. Konsumsi dari sektor rumah tangga juga belum sepenuhnya pulih ke kondisi prapandemi di angka 5 persen. 

Faisal juga memprediksikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan lebih lambat dibandingkan tahun lalu. 

“Kami prediksikan untuk mencapai 5 persen pun agak susah karena selain ekspor yang bahkan sudah terkontraksi, investasi juga tumbuhnya pada kuartal I/2023 itu lebih rendah dari kondisi prapandemi,” katanya, Senin (24/7/2023). 

Sejumlah lembaga internasional juga meramal ekonomi Indonesia pada 2023 tidak akan tumbuh lebih dari 5 persen. 

Asian Development Bank (ADB) baru-baru ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 4,8 persen pada tahun ini. 

Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2023 tercatat sebesar 5,03 persen(yoy), sedikit meningkat dari pertumbuhan pada kuartal IV/2022 yang sebesar 5,01 persen secara tahunan. 

Namun demikian, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2023 tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartalan sebelum pandemi sebesar 5,3 persen.

Bank Dunia dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) edisi Juni 2023, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,9 persen pada 2023. 

Melihat berbagai kemungkinan tersebut, masih terdapat sisa waktu sekitar lima bulan sebelum menutup 2023. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan serta Bank Indonesia masih memegang rasa optimistis bahwa target 5,3 persen akan tercapai. 

Terbukti dari aktivitas ekonomi domestik yang masih kuat, contohnya indeks penjualan riil tumbuh 8 persen pada Juni 2023 dan PMI manufaktur di level 52,5. 

“Ini yang memberikan suatu keyakinan konsumsi paling tidak yang tercapture dari indikator ini masih akan terekam kuat hingga Juli,” ungkap Menkeu Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper