Bisnis.com, JAKARTA -- Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mendesak Presiden Republik Indonesia yang nantinya terpilih menggantikan Presiden Joko Widodo untuk memberikan perhatian besar terhadap program penyediaan perumahan nasional.
Sekretaris Jenderal REI Hari Ganie mengatakan pihaknya menantikan kembali kehadiran kementerian khusus yang fokus menanggani perumahan. Menurut dia, beban kerja yang ditanggung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selama ini sudah terlalu berat.
"Sejauh ini, kami masih melihat adanya koordinasi yang kurang baik terkait urusan di sektor properti terutama perumahan baik dari sisi perizinan, pembiayaan, perpajakan dan lain-lain. Oleh karena itu, memang dibutuhkan satu kelembagaan yang kuat dan fokus," kata Hari dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (22/7/2023).
Menurutnya, kini hampir semua Program Strategis Nasional (PSN) yang berkaitan dengan pekerjaan fisik ditugaskan kepada kementerian tersebut, sedangkan urusan perumahan rakyat terabaikan.
Padahal sesuai namanya, Kementerian PUPR seharusnya juga memberikan perhatian yang berimbang untuk sektor perumahan rakyat. Di sisi lain, selama ini pengembang masih menghadapi banyak persoalan di lapangan. Tidak hanya pengembang perumahan menengah bawah, tetapi juga pengembang properti komersial.
"Terlebih masalah perizinan yang sampai hari ini koordinasinya tidak berjalan dengan baik, meski pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja [UUCK]," ujarnya.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menambahkan kementerian fokus perumahan adalah kebutuhan mutlak karena sektor perumahan berbeda dengan infrastruktur.
Kedua hal tersebut tidak dapat disandingkan begitu saja, karena masalah perumahan tidak melulu urusan fisik semata. Terlebih, backlog housing di Indonesia diperkirakan telah mencapai 13 juta unit.
Hal ini pun diamini oleh Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya Andre Bangsawan. Menurutnya, Kementerian PUPR terlihat lemah dalam menjalankan fungsi di sektor perumahan rakyat.
Appernas Jaya mendukung penuh dibentuknya kembali kementerian khusus yang fokus mengurusi perumahan. Hal itu untuk membantu masyarakat untuk memiliki rumah layak huni dan mendorong penyediaan rumah oleh pengembang lewat regulasi yang efektif.
Di sisi lain, Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja menyatakan dukungan asosiasinya terhadap upaya penguatan kelembagaan perumahan. Diakuinya, memang ada beberapa isu perumahan rakyat yang harus dituntaskan pemerintah, di antaranya soal pertanahan dan perizinan.
“Selama ini banyak peraturan perizinan dan pertanahan yang dulu sebetulnya sudah kuat, tetapi sekarang justru menjadi lemah. Karena itu perlu diperkuat kembali,” tegasnya.
Endang menyoroti dampak dari UUCK yang menghilangkan jejak panjang lex specialis perizinan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal tersebut menyebabkan urusan perizinan dan pertanahan pengembang rumah subsidi semakin sulit.
Dalam hal pembiayaan, saat ini program BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan) dihapus untuk rumah bersubsidi tetapi justru dilanjutkan untuk rumah komersial (non-subsidi).
Pengamat Properti Nasional Panangian Simanungkalit berpendapat harus ada lembaga kementerian yang fokus untuk menyelesaikan backlog nasional. Sejak Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dilebur ke Kementerian PUPR di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, dia melihat pemerintah tidak fokus mengurusi penyediaan rumah rakyat.
Dia mengaku dapat merasakan kekecewaan besar yang dirasakan asosiasi pengembang yang selama ini sudah bekerja membantu pemerintah dalam menyediakan perumahan untuk masyarakat.
Saat ini, ungkap Panangian, ada sekitar 13.000 perusahaan properti yang masing-masing mempekerjakan sekitar 30 hingga 1.000 orang pekerja.