Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor China Juni 2023 Lesu, Rekor Penurunan Terbesar sejak Pandemi

Ekspor China mencatatkan penurunan pada Juni 2023 di tengah rencana untuk membatasi ekspor dua logam penting
Ilustrasi bendera China ditempatkan di sebelah Galium dan Germanium pada tabel periodik elemen./Reuters
Ilustrasi bendera China ditempatkan di sebelah Galium dan Germanium pada tabel periodik elemen./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - China baru-baru ini diketahui menghadapi tekanan pada perdagangan karena pengiriman asing turun dan permintaan domestik tetap lemah.

Mengutip Bloomberg, Kamis (13/7/2023) administrasi bea cukai mengatakan bahwa ekspor China turun sebesar 12,4 persen dalam dolar pada Juni 2023 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

Data tersebut kemudian menandakan penurunan dua bulan berturut-turut, sekaligus mencatatkan sebagai penurunan terbesar sejak pandemi pada awal 2020. 

Sementara, bea cukai melaporkan penurunan sebesar 6,8 persen untuk impor. Selama tiga tahun terakhir, permintaan global China telah menjadi pendorong kuat bagi pertumbuhan negara tersebut. 

Ketika pertumbuhan global melambat dan banyak bank sentral yang tampak masih siap menaikan suku bunga untuk melawan inflasi, tampaknya permintaan asing semakin tak mungkin terhadap barang-barang China. 

"Kami melihat sedikit jeda untuk ekspor China di paruh kedua, karena AS kemungkinan akan memasuki resesi ringan, sementara ekonomi zona euro mungkin akan tetap lemah," jelas kepala ekonom China di Pantheon Macroeconomics, Duncan Wrigley. 

Kemudian, Wrigley juga menuturkan bahwa risiko perang perdagangan teknologi dengan AS tidak dapat dikesampingkan. Contohnya, Wrigley mencatatkan pembatasan ekspor China pada dua logam penting yakni galium dan germanium. Kedua logam tersebut digunakan dalam industri semikonduktor dan kendaraan listrik. 

Sebagai catatan, China sendiri memproduksi sebagian besar galium dan germanium dunia. Pembatasan tersebut akan berlaku mulai 1 Agustus 2023. 

Kemudian, baru-baru ini AS sedang menyiapkan aksi balasan atas kebijakan China yang membatasi ekspor mineral kritis, yakni RUU yang membutuhkan pembentukan strategi nasional AS untuk mengamankan rantai pasokan penting Republik Demokratik Kongo (DRC). 

Sebagaimana diketahui DRC memproduksi 70 persen kobalt dunia, yang menjadi salah satu material dalam baterai kendaraan listrik. 

Data impor sendiri kemudian menggarisbawahi pelemahan ekonomi domestik dan dampak perang teknologi AS dengan sekutunya. 

Permintaan China untuk suku cadang elektronik dari Taiwan dan Korea Selatan serta komoditas dari tempat lain juga masih menurun. Impor kedelai, bijih tembaga dan tembaga pekat, bijih besi dan gas alam, semua turun dari Mei 2023. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper