Bisnis.com, JAKARTA - Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi.
Salah satu tantangan utama bagi UMKM di Indonesia adalah terbatasnya akses pembiayaan. Penyaluran kredit kepada UMKM ditargetkan mencapai 30% dari total kredit perbankan pada 2024. Salah satu faktor penting yang dapat berkontribusi untuk mencapai target tersebut adalah literasi keuangan. Namun, itu bukan satu-satunya hal yang penting.
UMKM memiliki peran strategis bagi perekonomian nasional yang terlihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB). Laporan Investasi Asean 2022 menyebutkan terdapat 65,46 juta UMKM yang berkontribusi terhadap 60,3% PDB Indonesia. Tidak hanya itu, UMKM juga menyerap banyak tenaga kerja, yakni setara dengan 97% tenaga kerja di Indonesia.
Afirmasi pemerintah kepada UMKM terletak pada upaya meningkatkan porsi kredit usaha bagi UMKM. Akses pembiayaan diperlukan agar UMKM memiliki kesempatan untuk mengembangkan kapasitas usahanya dan memperkuat daya saing produksinya. Merujuk data uang beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), total penyaluran kredit perbankan kepada UMKM pada April 2023 mencapai Rp1.271,2 triliun atau sekitar 19,71% dari total kredit perbankan Rp6.449,8 triliun. Meski porsinya masih di bawah target yang ditetapkan, pemerintah tetap optimis dan terus mendorong perbankan untuk meningkatkan porsi kredit UMKM.
Laju pertumbuhan kredit UMKM menunjukkan optimisme pemerintah masih berlaku. Berdasarkan data BI, kredit UMKM per April 2023 tumbuh 6,6% secara tahunan. Meskipun demikian, upaya percepatan laju pertumbuhan secara signifikan tetap perlu dilakukan dengan mengoptimalkan peran seluruh pemangku kepentingan di sektor terkait. Sejalan dengan itu, upaya BI untuk memperluas akses pembiayaan UMKM dilakukan baik dari sisi penawaran maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran, BI menetapkan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM), terutama untuk memperkuat perbankan dalam menyalurkan pembiayaan inklusif.
Sementara itu, rendahnya tingkat penyaluran kredit UMKM antara lain disebabkan rendahnya kapasitas UMKM dalam pengelolaan keuangan dan literasi keuangan. Oleh karena itu, dari sisi permintaan, BI memfasilitasi capacity building bagi UMKM agar siap menerima pembiayaan. Sebagai upaya untuk memperkuat peningkatan kapasitas UMKM dalam pengelolaan keuangan, BI berinisiatif menyediakan sistem pencatatan keuangan yang disebut Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SIAPIK).
Baca Juga
SIAPIK adalah aplikasi berbasis web yang dikembangkan oleh BI untuk membantu UMKM mencatat informasi keuangannya secara akurat dan tepat waktu. Sistem ini tersedia gratis untuk semua UMKM di Indonesia, dan dapat diakses melalui komputer atau perangkat seluler yang terhubung ke internet. SIAPIK memberi UMKM platform yang mudah digunakan untuk mencatat semua transaksi keuangan, termasuk penjualan, pengeluaran, pembelian, dan inventaris. Dengan SIAPIK, UMKM dapat menghasilkan laporan keuangan digital yang dapat digunakan untuk mengajukan pembiayaan dari lembaga keuangan.
Sejak diluncurkan oleh BI pada 2017, pengguna SIAPIK telah mencapai lebih dari 18.000 orang. Mayoritas penggunanya adalah usaha mikro yang didominasi oleh 40% sektor usaha manufaktur. SIAPIK juga dilengkapi dengan buku “Pedoman Literasi SIAPIK” sebagai standar modul implementasi untuk sosialisasi, pelatihan dan pendampingan yang telah memenuhi kebutuhan lembaga keuangan dalam melakukan analisis kredit.Kita semua setuju bahwa catatan keuangan memainkan peran penting dalam proses pembiayaan.
Lembaga keuangan memerlukan laporan keuangan untuk menilai kelayakan kredit peminjam dan menentukan jumlah pembiayaan yang akan diberikan. Di luar itu, catatan keuangan yang akurat dan tepat waktu sangat penting bagi UMKM untuk membuat keputusan yang matang tentang bisnis mereka. Dengan catatan keuangan yang akurat, UMKM dapat melacak kinerja bisnisnya, mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan, dan membuat keputusan strategis untuk mengembangkan bisnisnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, BI telah bekerja sama dengan beberapa kementerian untuk menyosialisasikan penggunaan SIAPIK dalam rangka meningkatkan literasi keuangan UMKM, khususnya dalam pencatatan. Kerja sama antara Kementerian Tenaga Kerja dan BI, misalnya, telah dilakukan dengan melibatkan 800 pekerja mandiri dalam pelatihan pencatatan keuangan digital.
Peningkatan literasi keuangan UMKM sangat penting untuk pertumbuhan dan keberlanjutan sektor UMKM di Indonesia. Tak kalah pentingnya, teknologi juga berperan dalam mengembangkan kapasitas keuangan UMKM. Melalui kolaborasi antarpemangku kepentingan, UMKM sekarang dapat menerima dukungan dan bimbingan yang mereka butuhkan untuk berkembang.