Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih mempelajari tren pelemahan harga minyak mentah dunia untuk membuka peluang evaluasi harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi khususnya Pertalite bisa turun.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan saat ini harga minyak mentah dunia masih fluktuatif di tengah tensi politik global dan sentimen pemangkasan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan Rusia.
“Harga minyaknya belum sampai US$60 hingga US$65 per barel, kalau sekitar itu saya kira bisa [turunkan harga Pertalite], kalau sekarang belum,” kata Tutuka saat ditemui di DPR, Jakarta, Rabu (15/6/2023).
Menurut Tutuka, harga pembentuk Pertalite saat ini masih terbilang tinggi lantaran harga produksinya yang masih tertahan.
“Kalau sekarang keekonomiannya Rp10.000, batasnya itu masih lebih tinggi,” kata dia.
Seperti diketahui, harga minyak mentah global menurun pada akhir perdagangan Senin (12/6/2023), setelah Goldman Sachs memangkas proyeksi harga minyak.
Baca Juga
Harga minyak diperkirakan cenderung turun pada 2023 di tengah meningkatnya pasokan global dan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan menjelang data inflasi utama dan pertemuan Federal Reserve.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli tergelincir US$3,05 atau 4,35 persen, menjadi US$67,12 per barel. Harga minyak Brent untuk pengiriman Agustus jatuh US$2,95 atau 3,94 persen menjadi US$71,84 per barel.
Mengutip Antara, Goldman Sachs telah memangkas perkiraannya untuk minyak mentah berjangka Brent menjadi US$86 per barel pada Desember 2023, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar US$95 per barel.
Sementara itu, minyak mentah berjangka WTI diperkirakan berharga US$81 per barel pada akhir tahun 2023 daripada perkiraan sebelumnya sebesar US$89 per barel.
"Minyak WTI turun karena pedagang fokus pada perkiraan yang direvisi dari Goldman Sachs," kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.