Bisnis.com, JAKARTA- Dampak perang Rusia dan Ukraina mengancam ketahanan pangan Indonesia setelah terjadinya pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Pasalnya, baik Rusia maupun Ukranina adalah penyumbang gandum, jagung serta minyak nabati non sawit terbesar di dunia.
Demikian hasil seminar atas riset Nagara Institute bertajuk Tantangan dan Arah Kebijakan Pangan untuk Indonesia Emas di Jakarta, Kamis (15/6/2023).
“Perang antara Rusia dan Ukraina tidak dipungkiri menjadi salah satu penyebab utama terjadinya krisis pangan global saat ini, tentu saja termasuk Indonesia,” ujar Tim Riset Nagara Institute Muhammad Dian Revindo dalam paparannya.
Menurutnya, Indonesia kendati bukan konsumen utama dari produk seperti gandum dan jagung, tapi masih mengimpor cukup banyak dari Ukraina. Pada 2019, Ukranina menempati posisi kedua pengimpor gandum terbesar ke Indonesia senilai US$58 juta.
Khusus untuk beras yang menjadi konsumsi utama di Indonesia, dampak konflik geopolitik itu mempengaruhi sisi persediaan pupuk dan gas alam.
Seperti diketahui, biaya pupuk dan benih masing-masing mencapai 6 persen dan 3,4 persen dari total biaya produksi padi sawah. “Itulah sebabnya fluktuasi harga pupuk sangat berpengaruh pada produksi padi di tanah air,” demikian riset Nagara Institute.
Baca Juga
Hingga 2020, produsen pupuk milik negara menghasilkan 7 juta ton pupuk urea. Pemerintah tetap berusaha untuk menjaga harga tetap rendah meskipun produksi pupuk dalam negeri sejak lama terpuruk dalam kesulitan.
Salah satu kebijakan yang yang diambil pemerintah adalah dengan mengeluarkan Peraturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2020 yang membatasi harga gas bumi domestik sebesar US$ 6 per MMBTU di tengah kenaikan harga gas bumi di pasar internasional.
Apalagi pada pertengahan 2022, harga gas bumi naik ke tingkat yang sangat tinggi akibat konflik politik antara Rusia dan ukraina.
Revindo yang juga yang juga Peneliti LPEM-FEB Universitas Indonesia itu menjelaskan masalah pupuk masih tetap mengemuka, bahkan salah satu produsen pupuk utama di Tanah Air, yakni Pupuk Iskandar Muda berhenti beriperasi karena kekurangan pasokan gas bumi sebagai input utama produksi pupuk, yaitu amoniak.
Tentu saja pemerintah telah melakukan intervensi dalam hal menyediakan pupuk seperti dengan memberikan subsidi pupuk pada tahun 2022 sebesar Rp25 triliun untuk 16 juta petani yang terdaftar dalam Sitem Eletronik Rencana Definitif Kebutuh kelompok (e-RDKK).
Kebijakan lain adalah menjamin harga gas alam di angka US$6 per million britsh thermal unit (MMBTU). “Intervensi dan subsidi seperti ini tentu saja bukan tanpa beban bagi pemerintah,” ujar Revindo.
Dalam laporan pemerintah, selama satu dekade terakhir beban subsidi pupuk naik 50 persen tahun 2021 dan sempat mencapai tinggkat tertinggi pada 2028, yakini sebesar Rp30 triliun.