Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Haryo Kuncoro

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Haryo Kuncoro adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Memperkukuh Transaksi Repo Antarbank

Mandat baru UU P2SK kepada Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan terwujud melalui Global Master Repo Agreement (GMRA).
Industri perbankan memperkuat transaksi repo antarbank/ilustrasi
Industri perbankan memperkuat transaksi repo antarbank/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah disahkan pada awal tahun ini, satu demi satu Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mulai diimplementasikan. Mandat baru UU P2SK kepada Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan diwujudkan dengan Global Master Repo Agreement (GMRA).

GMRA adalah perjanjian induk repo antarbank yang menjadi prasyarat utama sebelum melakukan transaksi repo. Transaksi repo itu sendiri adalah perjanjian pinjaman dana dengan agunan saham atau surat berharga negara (SBN). Artinya, GMRA memberikan kepastian hukum bagi pelaku transaksi repo.

Faktor kepastian hukum selama ini agaknya menjadi kendala tersendiri dalam pengembangan transaksi repo antarbank di Indonesia. Transaksi repo antarbank yang didominasi oleh beberapa bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang kukuh secara yuridis seakan menjadi bukti yang valid.

Padahal, bank swasta sejatinya memiliki potensi yang besar dalam pengembangan transaksi repo antarbank. Dari sisi kuantitas, jumlah bank swasta mencapai ratusan, jauh di atas jumlah bank BUMN tadi. Dari sisi volume, mobilitas dana yang ditransaksikan antarbank bisa mencapai triliunan per hari.

Namun, sayangnya mobilitas dana antarbank tersebut lebih banyak yang ditransaksikan di luar pasar repo. Meminjam dana ke BI melalui lending facility dihindari karena ada stigma buruk. Kalau sampai pinjam ke BI, bank yang bersangkutan dicap mengalami kesulitan likuiditas pada tingkat yang ‘parah’.

Meski lending facility hanya memasang tarif suku bunga acuan plus 75 basis poin, ia tetap saja dianggap ‘mahal’ jika ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Berburu dana lewat transaksi repo antarbank mensyaratkan SBN sebagai jaminan. Sementara, tidak semua bank yang butuh dana memiliki SBN.

Bank sering tidak ‘kebagian’ SBN di pasar perdana. Membeli SBN di pasar sekunder harganya jauh lebih mahal yang berada di luar kalkulasi finansial perbankan. Dengan pertimbangan fleksibilitas inilah, bank yang memerlukan likuiditas mengakses PUAB yang tidak mensyaratkan jaminan SBN.

Sudah menjadi hukum alam, ketiadaan agunan membuat suku bunga relatif tinggi. Bank yang berlebih likuiditas pun bisa memperoleh imbalan suku bunga yang tinggi. Tingginya suku bunga PUAB diklaim menjadi penyebab suku bunga pinjaman alot turun kendati BI sudah memangkas suku bunga acuannya.

Pada titik ini, GMRA memberikan fasilitas perlindungan kepada transaksi repo antarbank. BI dan OJK toh tetap melakukan fungsi regulasi dan pengawasan terhadap transaksi repo antarbank. Alhasil, GMRA digadang menjadi sumber likuiditas tambahan bagi perbankan untuk pembiayaan ekonomi nasional.

Lebih lanjut, inisiasi GMRA juga akan berdampak positif pada pasar keuangan. Transaksi di pasar keuangan baik saham maupun obligasi akan makin atraktif. Imbasnya, korporasi akan lebih tertantang untuk menghimpun dana lewat penerbitan saham atau obligasi dengan ongkos yang lebih murah pula.

Alhasil, sumber pendanaan korporasi untuk ekspansi bisnis yang selama ini masih senantiasa bertumpu pada kredit perbankan akan bisa terdiversifikasi. Pasar sekunder yang dinamis sebagai wahana untuk memperjualbelikan surat-surat berharga korporasi juga akan berkembang dengan sendirinya

Bagi otoritas moneter, partisipasi aktif pelaku pasar dalam transaksi repo akan memudahkan transformasi pengelolaan operasi moneter. Dengan GMRA, BI memiliki diler utama (primary daeler) SBN dalam operasi pasar terbuka sehingga meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter pada sektor riil.

Dalam sekup yang lebih luas, pendalaman pasar keuangan (financial deepening) adalah benefit lain yang bisa diturunkan dari GMRA. Segmentasi pasar keuangan akan terbangun dengan risiko sistematis yang tersegmentasi pula. Pada gilirannya, stabilitas pasar keuangan pun akan terpelihara.

Kendati menjadi titik tolak pengembangan pasar repo di Indonesia, perluasan GMRA pada saham, surat utang, dan obligasi korporasi dalam transaksi repo antarbank tetap perlu dicermati. Tidak semua saham atau obligasi korporasi yang tercatat di bursa bisa dipakai sebagai agunan dalam transaksi repo antarbank.

Saham atau obligasi korporasi perlu dibatasi hanya pada rating yang baik. Hal ini penting untuk pengelolaan risiko. Dengan risiko yang minimum, suku bunga pasar yang terbentuk dari transaksi repo antarbank niscaya sudah sampai pada taraf yang optimal, baik bagi bank peminjam maupun bank yang memberi pinjaman.

Logika yang sama sepatutnya juga diterapkan pada surat utang yang diterbitkan swasta. Surat utang swasta berjangka menengah (medium term note/MTN) niscaya lebih cocok sebagai agunan transaksi repo antarbank daripada surat berharga komersial (commercial paper) bertenor lebih pendek.

Risiko ketidakcocokan maturitas (maturity mismatch) harus menjadi pertimbangan. Kasus penerbitan MTN menjelang krisis moneter 1997/1998 memberi bekal pelajaran berharga. Ketika itu, MTN diterbitkan untuk menutup arus kas korporasi, alih-alih untuk investasi, sehingga bank yang memegangnya pun terdampak.

Jika beberapa kualifikasi surat berharga di atas bisa ditetapkan sejak awal, transaksi repo antarbank yang selama ini didominasi beberapa bank ‘pelat merah’ akan tersusul oleh kiprah bank swasta nasional, Bank Pembangunan Daerah, dan diharapkan pula meluas pada jenis bank lainnya, termasuk bank umum syariah.

Alhasil, profil pasar uang Indonesia yang modern dan maju sesuai visi Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025, akan segera kesampaian. Pada akhirnya, penguatan pasar repo yang likuid akan mengakselerasi pembiayaan ekonomi nasional guna mencapai visi Indonesia Maju 2045. Bukan begitu?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Haryo Kuncoro
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper