Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Luhut Lapor ke Jokowi: RI Bakal Setop Ekspor Gas!

Menko Marves Luhut Pandjaitan menyatakan bahwa pemerintah berencana menghentikan ekspor gas dalam waktu dekat.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana untuk menghentikan ekspor gas untuk kontrak baru seiring dengan fokus pengembangan industri bernilai tambah tinggi di dalam negeri beberapa waktu tahun terakhir.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan rencana itu masih dimatangkan pemerintah menyusul tren konsumsi domestik yang belakangan tumbuh signifikan. Dia juga menuturkan bahwa hal tersebut akan segera dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Kalau yang sudah kontrak ekspor gas kita hormati, tapi yang baru nanti kita putuskan kita akan buat [setop ekspor], konsumsi kita kan tinggi juga,” kata Luhut di Jakarta, Selasa (30/5/2023). 

Luhut menargetkan rencana moratorium ekspor gas itu dapat meningkatkan daya saing industri strategis di dalam negeri. Dia mencontohkan, pengembangan industri petrokimia hingga metanol di sejumlah kawasan ekonomi khusus (KEK). 

Dia menuturkan salah satu industri petrokimia yang tengah didorong pemerintah berada di kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara).

Adapun, kapasitas produksi industri petrokimia di kawasan itu pada tahap pertama ditarget sebesar 4x16 juta ton setiap tahunnya.

“Sekarang petrokimia kita masih impor banyak, sekarang kita mau bikin di Kaltara. Kita perlu gas, cukup gas kita sendiri dan kita tidak perlu impor lagi,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyoroti ihwal rendahnya realisasi pembelian gas bumi terkontrak dari tiga sektor potensial di antaranya industri, kelistrikan hingga pupuk hingga saat ini.  

Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, mengatakan rendahnya realisasi pembelian gas dari jumlah kontrak harian atau daily contract quantity (DCQ) yang telah diberikan pemerintah berdampak negatif pada upaya pengembangan serta eksplorasi lapangan gas di sisi hulu di tengah momentum transisi energi saat ini.  

Kurnia mengatakan sejumlah pengembangan lapangan yang terdampak sebagian besar berada di wilayah Jawa Timur. Selain itu, SKK Migas turut melaporkan, adanya penurunan pembelian gas yang signifikan dari pembeli di Singapura pada triwulan pertama tahun ini.

“Ada berbagai macam penyebabnya antara lain penurunan permintaan dari pelanggan-pelanggan sektor tersebut yang belum diperkirakan sebelumnya, sumber energi lain yang digunakan serta kendala teknis di buyer misalnya turnaround,” kata Kurnia kepada Bisnis, Selasa (18/4/2023).

Adapun, SKK Migas melaporkan capaian salur gas untuk triwulan pertama 2023 berada di level 5.313 MMSCFD atau 100,7 persen terhadap target WP&B 2023. Torehan itu lebih rendah dari capaian salur gas triwulan pertama 2022 yang dipatok di level 5.350 MMSCFD.  

Alokasi pasokan domestik tahun ini ditetapkan sebesar 3.539 bbtud. Alokasi itu lebih rendah dari ketetapan sepanjang 2022 di level 3.682 bbtud.

Sementara itu, kuota ekspor gas tahun ini ditetapkan sebesar 1.776 bbtud, bergeser sedikit dari alokasi tahun sebelumnya di angka 1.791 bbtud.

Lewat alokasi gas domestik itu, SKK Migas mengidentifikasi terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara realisasi pembelian dengan DCQ di sektor industri, kelistrikan, dan pupuk.

Realisasi pembelian gas sepanjang Januari hingga Maret 2023 di sektor kelistrikan berada di angka 580,68 bbtud atau lebih rendah 29,7 persen dari gas terkontrak di level 826,06 bbtud.

Sementara itu, realisasi pembelian gas dari sektor pupuk berada di angka 601,28 bbtud atau lebih rendah 24 persen dari alokasi terkontrak sebesar 791,18 bbtud.

Di sisi lain, realisasi pembelian gas dari sektor industri berada di angka 1.688,71 bbtud atau mencapai 5,9 persen dari gas terkontrak di level 1.796,33 bbtud.

“Konsekuensinya terhadap pengembangan lapangan saat ini bisa dimitigasi, dengan penerapan take or pay atas volume gas yang harus diserap atau dibayarkan pada level di atas 70 persen misalnya,” ungkap Kurnia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper