Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) angkat bicara terkait adanya kandungan etilen oksida dalam produk Indomie Rasa Ayam Spesial menurut temuan Otoritas Kesehatan Taiwan pada Senin (24/4/2023) lalu.
Melalui laman resminya, BPOM menyebut bahwa produk mi instan tersebut di Indonesia aman dikonsumsi lantaran memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar.
“Di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar,” tulis BPOM, Kamis (27/4/2023).
Sebelumnya, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Taiwan dalam pernyataannya, Senin (24/4/2023), menemukan kandungan etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma pada pada bumbu produk mi instan merek 'Indomie Rasa Ayam Spesial' produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, sebesar 0,187 mg/kg (ppm).
Menurut peraturan di Taiwan, zat etilen oksida tidak diperbolehkan pada pangan. Adapun, metode analisis yang digunakan oleh Taiwan FDA adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.
Indonesia sendiri telah mengatur batas maksimal residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM No. 229/2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.
Baca Juga
“Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada,” jelas BPOM.
Hingga saat ini, Codex Alimentarius Commission atau CAC sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah World Health Organization/Food and Agriculture Organization (WHO/FAO) belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida. Beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan etilen oksida sebagai pestisida.
Lantaran belum ada aturan terkait batas maksimal residu etilen oksida, BPOM mengusulkan etilen oksida dan 2-CE sebagai priority list contaminant for evaluation by Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA).