Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk bersiap dalam menghadapi cuaca ekstrem, seperti El Nino, yang diprediksi terjadi pada 2023.
Antisipasi menghadapi El Nino atau naiknya suhu permukaan air laut diperlukan mengingat pada 2015, Indonesia pernah dilanda kekeringan dan kebakaran hutan yang mengganggu sektor pertanian.
“Saya meminta seluruh kementerian/lembaga terkait juga pemerintah daerah untuk mulai bersiap sejak dini, memperhitungkan segala langkah yang mesti ditempuh agar pengalaman buruk 8 tahun lalu tidak terulang kembali. Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino,” ujarnya melalui unggahan di akun resmi Instagramnya, @luhut.pandjaitan, Rabu (26/4/2023).
Lebih lanjut, Luhut menuliskan, Sekjen Organisasi Meteorologi Dunia menyatakan bahwa fenomena La Nina yang telah terjadi selama 3 tahun berturut-turut dan membawa cuaca lebih basah telah berakhir. Sebagai gantinya, El Nino akan membawa suhu menjadi tinggi sehingga membuat cuaca menjadi lebih kering.
Berdasarkan data yang dirinya dapatkan, suhu laut juga telah mencapai rekor tertingginya setelah terakhir terjadi pada 2016 yang lalu. Terlebih adanya gelombang panas yang mendorong rekor suhu tertinggi di Asia akhir-akhir ini.
“Dari pemodelan cuaca yang kami dapatkan El Nino di prediksi akan terjadi pada Agustus 2023 meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi,” imbuh Luhut.
Baca Juga
Belajar dari pengalaman 2015 lalu yang terjadi di Indonesia, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas dan juga kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah. Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF), hal ini tentunya berkorelasi terhadap turunnya produksi pertanian dan pertambangan.
Belum lagi dampak luas terhadap inflasi Indonesia dikarenakan besarnya kontribusi inflasi pangan terhadap inflasi keseluruhan. Hal ini terjadi karena diperkirakan 41 persen lahan padi mengalami kekeringan ekstrem di tahun tersebut.
Data World Food Programme bahkan menyebut bahwa 3 dari 5 rumah tangga kehilangan pendapatan akibat kekeringan, dan 1 dari 5 rumah tangga harus mengurangi pengeluaran untuk makanan akibat kekeringan.
“Mari kita semua tetap waspada dan saling menjaga di masa masa sulit seperti ini sehingga kerugian yang terjadi akibat peralihan cuaca bisa kita reduksi bersama demi kemaslahatan masyarakat Indonesia seluruhnya,” kata Luhut.
Mengutip dari Reuters, tahun terpanas di dunia yang tercatat sejauh ini adalah 2016, bertepatan dengan El Nino yang kuat meskipun perubahan iklim telah memicu suhu ekstrem bahkan di tahun-tahun tanpa fenomena tersebut.
Friederike Otto, dosen senior di Institut Grantham Imperial College London mengatakan bahwa suhu yang dipicu El Nino dapat memperburuk dampak perubahan iklim yang sudah dialami negara - termasuk gelombang panas yang parah, kekeringan, dan kebakaran hutan.
“Jika El Niño benar-benar berkembang, ada kemungkinan besar 2023 akan lebih panas dari 2016 – mengingat dunia terus menghangat karena manusia terus membakar bahan bakar fosil,” kata Otto.