Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengatakan dua konsorsium mitra Indonesia Battery Corporation (IBC), Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd. (CBL) dan LG Energy Solution (LG) masih bimbang untuk melanjutkan komitmen investasi penghiliran bijih nikel hingga baterai listrik di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Moeldoko seiring dengan implementasi Undang-Undang (UU) Penurunan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat pada pertengahan tahun lalu.
Selain itu, konsorsium CBL diketahui masih berdiskusi intensif dengan PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) untuk mendapat hak eksklusif pengelolaan konsesi Antam di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) Halmahera Timur, Maluku Utara.
Hak eklsusif itu berkaitan dengan upaya CBL untuk mendapatkan kepastian pasokan bijih nikel dari konsesi tambang Antam untuk jangka waktu yang panjang.
“Yang jelas LG sudah investasi besar di Amerika Serikat, yang [investasi] ke Indonesia melalui IBC itu dua-duanya masih bimbang,” kata Moeldoko saat ditemui di Waingapu, Rabu (12/4/2023) malam.
Selain itu, menurut Moeldoko, kerja sama IBC bersama dengan dua konsorsium itu juga belakangan tidak menjamin adanya perpindahan teknologi pembuatan baterai listrik dari dua konsorsium itu ke dalam negeri.
Baca Juga
Kendati demikian, dia mengatakan pemerintah masih berupaya untuk memastikan komitmen investasi dua rekanan IBC pada upaya penghiliran bijih nikel hingga baterai kendaraan listrik.
“IRA itu memang menggangu, kebijakan sepihak Amerika Serikat ya, tapi itu belum dioperasionalkan. Kita mengantisipasi,” tuturnya.
Belakangan LG diketahui tengah meninjau ulang rencana investasi mereka pada sisi pengerjaan lanjutan prekusor, katoda hingga sel baterai dalam usaha patungan bersama dengan IBC.
Manuver LG itu disebutkan terjadi selepas pemerintah Amerika Serikat memberikan subsidi dan insentif besar untuk pengembangan baterai listrik dan energi bersih lainnya lewat UU IRA.
Seperti diketahui, LG baru-baru ini berkomitmen untuk berinvestasi sebesar US$5,5 miliar atau setara dengan Rp81,04 triliun untuk membangun pabrik baterai di Queen Creek, Arizona, Amerika Utara pada tahun ini.
Pabrik itu bakal terdiri dari dua fasilitas perakitan di antaranya baterai silinder untuk kendaraan listrik dan baterai jenis litium besi fosfat (LFP) untuk sistem penyimpanan energi (ESS).
Rencanannya, LG bakal berinvestasi sebesar US$3,2 miliar untuk membangun fasilitas manufaktur baterai silinder dengan kapasitas 27 gigawatt per hour (GWh) dan US$2,3 miliar untuk baterai LFP dengan kapasitas 16 GWh. Kedua fasilitas itu dengan total 43 GWh dijadwalkan mulai dibangun tahun ini.
Lewat keterangan resminya, LG memperkirakan produksi massal 2.170 sel dapat dilakukan pada 2025, khususnya untuk kendaraan listrik di Amerika Utara nantinya.
“Keputusan kami untuk berinvestasi di Arizona menunjukkan inisiatif kami untuk terus memperlebar rantai produksi global kami, yang mana saat ini sudah yang terbesar di dunia,” kata CEO LG Energy Solution, Youngsoo Kwon, seperti dikutip dari siaran resmi.