Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa prospek ekonomi global pada 2024 sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan proyeksi beberapa lembaga internasional, seperti Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 3,1 persen pada 2024, naik dari 2,9 persen pada tahun ini.
Bank Dunia dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2024 akan lebih baik, yaitu mencapai 2,7 persen.
“Kondisi ekonomi pada 2024 secara global diperkirakan lebih baik sedikit, namun kita harus sedikit mendiscount juga karena proyeksinya terus direvisi,” katanya dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023, Kamis (8/3/2023).
Sri Mulyani mengatakan, masih terdapat beberapa downside risk yang perlu tetap diwaspadai dampaknya. Pertama, yaitu ketidakpastian dari tensi geopolitik, baik perang antara Rusia dan Ukraina dan kembali memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Dia menjelaskan, permasalahan geopolitik tersebut akan berdampak rantai pasok global sehingga akan mempengaruhi banyak keputusan di level ekonomi secara global.
Baca Juga
Kedua, volatilitas harga komoditas global. Di satu sisi, kenaikan harga komoditas global menguntungkan Indonesia sebagai produsen komoditas. Hal ini juga yang mendorong ekonomi Indonesia pulih lebih cepat.
Namun demikian, volatilitas harga komoditas di pasar global juga memberikan implikasi ke dalam negeri, misalnya lonjakan harga minyak goreng yang terjadi di dalam negeri pada tahun lalu sejalan dengan naiknya permintaan minyak goreng dari CPO karena minyak goreng dari bunga matahari yang diproduksi Ukraina menghilang di pasar.
Ketiga, tingkat suku bunga yang masih relatif tinggi, terutama di negara maju guna menurunkan laju inflasi. Kenaikan suku bunga acuan tersebut pada akhirnya akan berimplikasi pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
“Jangan lupa waktu masuk 2023, bapak Presiden mendapatkan masukan dan informasi baik dari lembaga internasional, memang 2023 merupakan tahun yang gloomy, makanya disebut kelam, gelap, resesi, dan memang kemudian yang terjadi di berbagai negara terutama AS dan Eropa, dinamikanya menggambarkan arahnya ke situ dan kemungkinan terjadi,” jelasnya.
Dia menambahkan, masalah sektor keuangan di AS dan Eropa, yaitu bangkrutnya sejumlah bank yang terjadi di bulan lalu juga perlu menjadi perhatian.
Gagalnya Silicon Valley Bank (SVB) dan sejumlah bank lainnya telah menarik banyak perhatian terkait seberapa resilient lembaga keuangan, terutama perbankan di AS dan Eropa.
“Ini merupakan sesuatu yang harus kita waspadai karena AS dan Eropa dalam menaikkan suku bunga secara ekstrem untuk menurunkan inflasi, memberikan dampak yang tidak kecil terhadap sektor keuangannya. Pilihan kebijakan menjadi sangat dilematis, mau memilih stabilitas dari sisi pengendalian inflasi atau stabilitas dari sisi lembaga keuangannya,” kata Sri Mulyani.