Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persetujuan KPR di BTN Bakal Pakai Mesin, Ini Respons Pengembang

Pengembang merespons rencana BTN menggunakan mesin pintar dalam persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Pengunjung mencari informasi di stan Bank BTN pada pameran Indonesia Properti Expo (IPEX) 2020 di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (15/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pengunjung mencari informasi di stan Bank BTN pada pameran Indonesia Properti Expo (IPEX) 2020 di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu (15/2/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) merespons upaya transformasi digital yang dilakukan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) untuk menggunakan mesin pintar dalam persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida, mengaku belum mendengar informasi lebih lanjut terkait inovasi digital yang diusung BTN. Dia meragukan penggunaan mesin pintar dalam hal kredit yang tetap memerlukan peran manusia. 

"Kalau faktor kredit itu kan bankable itu akan sangat complicated karena unsur dalam bank itu yang pertama adalah kepercayaan bukan jaminan, kepercayaan kan melihat reputasi dan lainnya, ada subjektivitas di situ," kata Totok kepada Bisnis, Selasa (28/3/2023). 

Menurutnya, jika tujuan BTN untuk mempercepat persetujuan KPR, maka kondisi tersebut tetap memerlukan penilaian lewat berbagai cross-checking atau verifikasi dan yang menentukan subjektivitas tetap manusia, dalam hal ini kepala cabang BTN. 

Dia mencontohkan dengan sistem Online Single Submission (OSS) untuk penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko, di mana sistem tersebut justru mempersulit pengembang alih-alih mempermudah perizinan. 

"Sekarang sistem OSS perizinan yang ada di seluruh bidang industri yang ada semuanya kan lewat mesin pintar, tapi di enter sama manusia, ya tetep aja itu [persetujuan] tanda tangan diganti ke klik enter," ujarnya.

Totok menuturkan, penggunaan mesin pintar yang dapat mempermudah masyarakat yaitu sistem yang tidak lagi membutuhkan penilaian dari manusia. Hal ini juga yang menjadi dorongan REI untuk meluncurkan Helpdesk Perizinan sebagai jawaban dari keresahan pengembang dalam implementasi OSS.

Adapun, Helpdesk Perizinan REI merupakan sistem persetujuan yang dapat menjangkau informasi kecocokan tata ruang yang diperuntukkan pembangunan bangunan. Setelah tata ruang terverifikasi dalam waktu 30 detik, maka persetujuan akan langsung diterima pelaku usaha. 

"Kalau memang mau otomatis seperti Helpdesk REI itu, saya sudah minta persetujuan dari KLHK, jadi langsung REI yang melakukan persetujuan dan langsung keluar izin tanpa perlu enter lagi dari REI," tuturnya.

Lebih lanjut, Totok menyatakan bahwa REI memahami tujuan BTN dalam penerapan mesin pintar untuk mempermudah proses persetujuan KPR. Pasalnya, belakangan ini pihaknya pun melihat fenomena jeratan pinjaman online (pinjol) yang berimplikasi pada catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.

Kondisi tersebut menghambat masyarakat yang ingin mengajukan KPR. Apalagi, jeratan pinjol kini marak terjadi pada milenial dan kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Padahal, kebutuhan hunian untuk kaum milenial sangat tinggi.

Berdasarkan catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terdapat sekitar 81 juta generasi milenial di Indonesia yang masih belum memiliki rumah.

Dalam hal ini, Totok mempertanyakan kebijakan OJK terkait dengan besaran kolektabilitas kredit pokok. Dia menilai, utang pokok pinjol di bawah Rp5 juta tak perlu masuk dalam kriteria kolektabilitas. 

"Kalau masuk kolektabilitas itu menimbulkan kesan di REI bahwa OJK melegalkan rentenir, bagaimana tidak? bunganya 18 persen per bulan, kasihan masyarakat itu bisa 200 persen per tahun," tegasnya. 

Dengan demikian, dia mendorong perbankan dan OJK untuk mengulas kembali kebijakan yang berkaitan dengan persetujuan kredit. Kesuksesan transformasi digital persetujuan KPR BTN akan sukses jika prosesnya cepat dan langsung disetujui. 

"Dari semua itu kalau mau sistem mesin, tolonglah OJK itu melihat masyarakat jangan melihat ke atas, bunga 18 persen atau 200 persen per tahun itu bagaimana. Mereka yang beli radio terus dimasukkan kolektabilitas, terus kena blacklist, mau beli rumah nggak bisa, kan menghambat itu," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, BTN akan melakukan persetujuan KPR melalui mesin untuk kredit minimal Rp750 juta. Namun, tidak menutup kemungkinan ke depan batasan plafon kredit bakal diturunkan. Hal tersebut disampaikan Dirut BTN, Nixon LP Napitupulu.

Profil risiko debitur dengan plafon kredit besar, relatif lebih terukur karena biasanya memiliki rekam jejak transaksi digital. Mulai dari kartu kredit, pembayaran listrik, telepon dan lainnya.

Berdasarkan uji coba yang dilakukan BTN, dari 100 nasabah yang masuk kualifikasi, sekitar 72 persen lolos dari persetujuan mesin. Kemudian, dari 1.000 nasabah yang lolos sekitar 20 persen hingga 30 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper