Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Australia Barat dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengeksplorasi peluang kemitraan mineral kritis guna menopang industri baterai dan kendaraan listrik yang berkembang pesat saat ini.
Penandatanganan MoU itu dilakukan Selasa, (21/2/2023), di Perth, Australia Barat, sebagai tindak lanjut dari komitmen yang dibuat dalam pertemuan B20 dan G20 di Bali pada November 2022 lalu.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan kemitraan pada rantai pasok mineral kritis itu bakal meningkatkan daya tawar kedua negara pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik global.
Seperti diketahui, Australia menjadi negara pemasok utama untuk lithium yang menjadi komponen utama pembentuk baterai listrik. Sementara, Indonesia dikenal sebagai produsen utama untuk bijih nikel yang menjadi komponen inti penyusun baterai setrum.
“Kita harus memanfaatkan kesempatan ini untuk bersama-sama mengembangkan pabrik manufaktur baterai di Indonesia dengan memanfaatkan lithium Australia dan investasi yang menguntungkan, sehingga dapat merealisasikan potensi cadangan nikel,” kata Arsjad melalui siaran pers, Selasa (21/2/2023).
MoU itu mencakup upaya mempromosikan investasi dan kerja sama untuk kepentingan bersama Australia Barat dan Indonesia, terutama untuk mengoptimalkan peluang pengembangan mineral kritis dan industri baterai dengan nilai tambah yang tinggi.
Australia Barat dan Indonesia memiliki sejarah kerja sama di sektor sumber daya, dengan beberapa perusahaan tambang Indonesia beroperasi di Australia Barat dan perusahaan-perusahaan Australia Barat melakukan investasi di sektor pertambangan Indonesia.
“Kemitraan strategis antara Kadin Indonesia dan Pemerintah Australia Barat merupakan tonggak penting untuk mewujudkan ambisi membangun ‘pusat produksi' atau kekuatan utama di industri kendaraan listrik,” ujar Arsjad.
Dalam kerja sama ini, Kadin Indonesia dan Pemerintah Australia Barat akan menjalin kemitraan industri dalam rantai pasok mineral penting di kedua wilayah, serta berbagi informasi tentang pembaruan hukum atau peraturan. MoU ini diharapkan dapat mempercepat kerja sama dan merangsang pengembangan industri baterai dan EV global.
BUMN Holding Industri Pertambangan atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) tengah menjajaki peluang akuisisi sejumlah aset tambang bahan baku baterai kendaraan listrik luar negeri untuk mengurangi porsi 20 persen impor saat ini.
Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID, Dany Amrul Ichdan, mengatakan 20 persen porsi bahan baku baterai kendaraan listrik itu belum dapat dipenuhi oleh hulu tambang mineral logam dalam negeri.
Konsekuensinya, rantai nilai pengembangan baterai kendaraan listrik yang belakangan ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) itu belum sepenuhnya berada di industri dalam negeri.
“Kita sedang menyusun roadmap kemandirian agar tidak tergantung pada produk impor yang walaupun 20 persen jumlahnya, apakah kita melakukan aksi korporasi untuk mengambil tambang lithium di luar negeri ataukah seperti apa,” kata Dany saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (19/9/2022).
Berdasarkan catatan MIND ID, industri hulu tambang dalam negeri masih mengimpor lithium hydroxide dari China, Australia, hingga Chile dengan kebutuhan sekitar 70.000 ton setiap tahunnya.
Selain itu, graphite sebagai salah satu bahan baku pembentuk baterai kendaraan listrik juga masih diimpor dari China, Brasil dan Mozambik dengan volume mencapai 44.000 ton per tahun. Beberapa mineral logam lain yang ikut diimpor di antaranya mangan sulphate dan cobalt sulphate yang pembeliannya masing-masing 12.000 ton per tahun.
Kendati demikian, dia memastikan, bahan baku utama berupa nikel relatif tersedia dengan jumlah cukup untuk menopang inisiatif industri kendaraan listrik mendatang.
“Nikel ini dimiliki oleh PT Antam, reserved-nya cukup banyak dan IBC ini ditargetkan berdasarkan milestone menjadi market leader di Asia Tenggara,” ungkapnya.