Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economics (Core) mengingatkan pemerintah agar tidak mengandalkan anggaran bantuan sosial (bansos) yang dianggarkan pada APBN 2023 untuk menjaga daya beli masyarakat yang mulai melemah.
Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal menyampaikan fokus utama dalam meningkatkan daya beli masyrakat, yaitu bagaimana strategi dan upaya pemerintah untuk menguatkan sektor riil di tengah tekanan global.
“Penciptaan lapangan pekerjaan yang tekait dengan masyarakat menengah ke bawah, program padat karya itu lebih diutamakan daripada bansos, walaupun bansos tetap diperlukan dalam rangka antisipasi global shock,” ungkapnya, Minggu (12/2/2023).
Masyarakat termasuk pekerja dan pengusaha pada 2023 tengah berhadapan dengan tekanan global yang berpotensi menimbulkan dampak pada pengetatan dari sisi moneter, sementara dari sisi fiskal, pemerintah berencana melakukan isasi kebijakan, salah satunya restrukturisasi kredit.
Faisal mengungkapkan bahwa fokus pemerintah buka hanya pada hal tersebut, namun bagaimana mengembangkan lapangan kerja dari program padat karya, serta memperluas unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terhadap pasar domestik.
“Karena sektor yang masih menjanjikan itu pasar domestik dari global,” lanjutnya.
UMKM menjadi sektor penopang ekonomi Indonesia. Untuk itu, Faisal meminta pemerintah untuk terus melakukan pendampingan dan pembiayaan terhadap UMKM.
Menurutnya, insentif bagi UMKM yang menjadi kunci penguatan daya beli, termasuk di antaranya kemungkinan subsidi pada usaha mikro terutama karena mereka yang paling rentan,” tambahnya.
Hal terpenting, meski masyarakat tetap membutuhkan bansos, perlu pendataan dan distribusi yang lebih tepat sasaran dari tahun-tahun sebelumnya.
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti rendahnya daya beli masyarakat pada periode 2022, di mana bahan bakar minyak (BBM) menjadi salah satu penyebabnya.
Direktur Program Indef Esther Sri Astuti melihat porsi secara nominal konsumsi rumah tangga pada kuartal IV/2022 mengalami kenaikan, namun andilnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 terus menurun.
“Artinya bahwa daya beli masyarakat kita itu sebenarnya rendah karena hampir semua income yang diperoleh itu digunakan untuk beli makanan,misalnya, untuk beli perlengkapan rumah tangga,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Indef secara virtual, Selasa (7/2/2023).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga pada kuartal IV/2022 mencapai Rp2.641 triliun terhadap PDB atau tumbuh 4,48 persen (year-on-year/yoy).
Adapun, secara persentase kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga menurun 1,2 persen pada kuartal IV/2022 mennjadi 51,7 persen (yoy)
Pengeluaran tertinggi mencakup makanan dan minuman selain restoran mencapai 40,32 persen atau setara Rp1.065 triliun.
Senada dengan Faisal, Esther meminta pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat, namun tidak melalui bantuan sosial, melainkan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
“Pemerintah harus meningkatkan daya beli masyarakat yang rendah. Caranya insentif, tidak hanya bansos yang temporer, solusi yang sustain, dengan memberikan upskilling sehingga dia bisa memperoleh pekerjaan lebih baik, pendapatan lebih baik,” sambung Esther.