Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cadangan Kobalt Melimpah, ESDM Dorong Investasi Smelter HPAL

Badan Geologi Kementerian ESDM mengidentifikasi cadangan bijih kobalt terkira di Indonesia mencapai 449,08 juta ton.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengarahkan investasi baru pada pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih nikel kadar rendah atau limonit untuk mendukung hilirisasi baterai kendaraan listrik.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan peralihan investasi pada smelter berteknologi high pressure acid leaching (HPAL) atau hidrometalurgi diharapkan dapat meningkatkan produksi rantai bahan baku baterai kendaraan listrik seperti nikel sulfat dan kobalt sulfat beberapa tahun ke depan.

Selain itu, Arifin menuturkan fokus investasi baru pabrik pemurnian itu diharapkan dapat ikut merangsang pembangunan pabrik yang lebih hilir untuk mengolah turunan nikel kadar rendah menjadi prekursor, katoda hingga sel baterai. Alasannya, belum ada kemampuan dari pabrik lanjutan untuk menyerap produk turunan dari limonit tersebut saat ini. 

“Sekarang kita sedang menuju ke sana [mengolah kobalt]. Kita perlu perkuat riset-riset kita dan memberi kesempatan industri-industri hilir untuk bisa mengembangkan potensi ini,” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/2/2023).

Seperti diketahui, produksi kobalt di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 10.000 ton sepanjang 2022. Laporan itu diterbitkan Badan Survei Geologi Amerika Serikat atau United States Geological Survey (USGS) pada periode Januari 2023.

Torehan itu naik 270,37 persen dari pencatatan sepanjang 2021 di level 2.700 ton. Peningkatan produksi kobalt itu menempatkan Indonesia berada di urutan kedua sebagai produsen mineral logam strategis tersebut setelah Kongo. 

Sementara itu, rekapitulasi sumber daya dan cadangan mineral logam semester I/2022 dari Badan Geologi Kementerian ESDM mengidentifikasi bijih kobalt terkira di Indonesia mencapai 449,08 juta ton. Di sisi lain cadangan terkira untuk logam kobalt ditaksir sebesar 231.768 ton. 

Di sisi lain, cadangan terbukti untuk bijih kobalt diidentifikasi mencapai 242,02 juta dengan kandungan logam di kisaran 258.746 ton. 

“Kita perlu perkuat cadangan-cadangan kita dengan memberi kesempatan pada industri di hilir untuk mengembangkan potensi ini, jadi kita bisa menguasai teknologi dan industri pendukungnya sekaligus,” tuturnya. 

Dia mengatakan investasi untuk smelter nikel kadar rendah mulai intensif yang ditandai dengan pembangunan dan ekspansi pabrik baru. Dia menegaskan investasi untuk smelter nikel kadar tinggi dengan lini produk stainless steel bakal dibatasi. Pemerintah masih membahas kelanjutan moratorium investasi smelter nikel kadar tinggi itu pada tahun ini.

“Smelter HPAL sekarang banyak muncul di Sulawesi sudah ada rencana ekspansi juga, kita akan arahkan semua menuju ke industri hilir lebih lanjut, terutama storage dan baterai,” jelasnya.

Sementara itu, sebagian besar produk turunan nikel kadar rendah masih diekspor lantaran belum terbentuknya industri lanjutan di sisi hilir. 

Berdasarkan catatan Kementerian Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), torehan ekspor produk turunan bijih nikel telah menyentuh di angka US$33,81 miliar atau setara dengan Rp506,13 triliun, asumsi kurs Rp14.970 sepanjang 2022.

Ekspor nikel matte sepanjang tahun lalu sudah menembus di angka US$3,74 miliar atau setara dengan Rp56,34 triliun. Sementara itu, nilai ekspor MHP berhasil mencapai US$2,19 miliar atau setara dengan Rp32,78 triliun.

Adapun, produksi nikel matte dan MHP domestik itu secara keseluruhan dijual ke pasar China dengan nilai mencapai US$3,68 miliar atau setara dengan Rp55,08 triliun.

Sisanya, penjualan nikel matte dan MHP dilakukan untuk sejumlah pembeli potensial dari Jepang, Korea Selatan hingga Norwegia dengan total pembelian di kisaran US$1,91 miliar atau setara Rp28,59 triliun.

CEO Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Alexander Barus, mengatakan situasi itu terjadi lantaran belum siapnya industri anoda domestik untuk melanjutkan serapan turunan dari mix hydroxide precipitate (MHP) seperti nikel sulfat (NiSO4) dan Cobalt Sulfat (CoSO4). 

“MHP kita masih ekspor karena kita belum olah di dalam negeri sampai ke sulfat ke packing menjadi sel, itu masih tahap satu setelah bijih nikel, karena siapa yang mau beli,” kata Alex saat ditemui di Jakarta Convention Center, Rabu (12/10/2022).

Dengan demikian, Alex menegaskan, nilai tambah dari kegiatan hilirisasi tambang nikel di Morowali sebagian besar justru terjadi di luar negeri. Dia meminta pemerintah untuk segera menggalakan pembangunan industri perantara hingga hilir untuk menyerap limpahan nikel hasil pemurnian tersebut.

“Sekarang kita produksi prekursor dan katoda tapi di dalam negeri tidak ada industri anodanya tetap saja harus ekspor, proses hilirisasi harus disambung dengan industri, baru nilai tambah kita dapatkan,” kata Alex. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper