Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Blak-blakan soal Peluang dan Tantangan Kebijakan Hilirisasi Nikel Dkk

BI mencatat sejumlah tantangan untuk mendorong hilirisasi sumber daya alam salah satunya yaitu ketahanan cadangan mineral yang cenderung menurun.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa hilirisasi komoditas sumber daya alam (SDA) merupakan salah satu game changer yang akan mendorong perekonomian Indonesia ke arah yang berkelanjutan dan semakin berdaya tahan.

Dody menyampaikan bahwa hilirisasi SDA Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, tercermin dari peningkatan investasi yang sangat besar di sektor ini dan kapasitas smelter yang semakin bertambah.

Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal, investasi untuk hilirisasi melalui penanaman modal asing (PMA) mencapai US$6,9 Miliar pada 2022, melonjak signifikan dari 2017 yang hanya sebesar US$2,6 miliar.

Akan tetapi di sisi lain, Dody mengatakan bahwa masih terdapat sejumlah tantangan untuk mendorong hilirisasi, salah satunya yaitu ketahanan cadangan mineral yang cenderung menurun.

“Namun ada masalah, ternyata dukungan cadangan hilirisasi produk kita tidak begitu kuat, artinya mengalami depleting atau penurunan dari tahun ke tahun,” katanya dalam acara Peluncuran Laporan Transparansi dan Akuntabilitas Bank Indonesia (LTABI) 2022, Senin (30/1/2023).

Cadangan nikel misalnya, diperkirakan turun 76,8 persen pada 2030 dari 2021, diikuti oleh timah yang turun 34,5 persen, serta batubara dan bauksit yang juga diperkirakan turun masing-masing sebesar 15,3 persen dan 8,6 persen pada periode yang sama.

Selain itu, Dody juga menyoroti posisi Indonesia di internasional, terkait dengan gugatan Uni Eropa terhadap Indonesia di World Trade Organization (WTO) karena menahan ekspor komoditas SDA.

Di sisi lain, Dody memandang bahwa Indonesia secara spasial memiliki potensi yang besar untuk mendorong hilirisasi, misalnya di Sumatera pada komoditas unggulannya CPO dan karet alam, Kalimantan dengan batubara dan CPO, serta Sulawesi, Maluku, dan Papua dengan komoditas besi baja, tembaga, dan nikel.

Oleh karenanya, dia menambahkan, diperlukan juga dukungan rumusan kebijakan, tidak hanya dari BI, tetapi juga dari seluruh otoritas terkait, baik dari sisi insentif fiskal, nonfiskal, regulasi terkait investasi dan berbagai bentuk dukungan lainnya.

Dari sisi BI, sektor perbankan akan terus didorong untuk meningkatkan pembiayaan bagi industri logam dasar. BI memberikan insentif berupa pelonggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) bagi perbankan yang menyalurkan kredit ke 46 sektor prioritas, termasuk ke industri logam dasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper