Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Ekspor Bauksit Disetop, Antam (ANTM) Tetap Patok Tinggi Produksi

PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam tetap memasang target produksi bijih bauksit tinggi meski rencana pelarangan ekspor bauksit akan berlaku pada Juni 2023.
Unit Bisnis Pengelolaan (UBP) Bauksit PT Antam yang berlokasi di Kecataman Tayan, Kalimantan Barat/Kementerian ESDM
Unit Bisnis Pengelolaan (UBP) Bauksit PT Antam yang berlokasi di Kecataman Tayan, Kalimantan Barat/Kementerian ESDM

Bisnis.com, JAKARTA — PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam mematok target produksi bijih bauksit yang optimistis pada kisaran 1,4 juta wet metric ton (wmt) hingga 1,5 juta wmt pada rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) tahun ini.

Adapun, RKAB perusahaan tambang pelat merah itu baru saja disetujui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada awal Januari 2023 ini. 

Corporate Secretary ANTM Syarif Faisal Alkadrie mengatakan, target itu tidak jauh berbeda dari target produksi bauksit tahun lalu.

Adapun, kuota produksi itu tidak mengalami penyesuaian di tengah rencana pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan mentah itu pada pertengahan tahun ini. 

“Target kita kurang lebih sama seperti tahun lalu, sekitar 1,4 juta wmt hingga 1,5 juta wmt. Terutama akan kita jual ke pasar domestik,” kata Faisal saat dihubungi, Kamis (12/1/2023).

Di sisi lain, Syafrin menambahkan, target produksi alumina perseroan dipatok tinggi di angka 130.000 ton. Nantinya, kata dia, produk olahan bijih bauksit tahap pertama itu bakal dijual ke pasar domestik, Asia Tenggara, Asia Timur, hingga Asia Selatan. 

“Sejauh ini aktivitas masih sesuai dengan RKAB yang sudah disetujui,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang ekspor bijih bauksit terhitung Juni 2023. Larangan itu dilakukan untuk mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri. 

"Mulai Juni 2023, pemerintah akan melarang ekspor bijih bauksit," ujar Jokowi, Rabu (21/12/2022). 

Jokowi menegaskan bahwa industrialisasi bauksit di dalam negeri ini akan meningkatkan pendapatan negara dari Rp21 triliun menjadi sekitar Rp62 triliun.

Berdasarkan data milik Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) per Juni 2022, Indonesia baru memiliki dua smelter bauksit dengan keluaran smelter grade alumina (SGA) yang dimiliki PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina, serta satu pabrik pemurnian chemical grade alumina (CGA) yang dikembangkan PT Indonesia Chemical Alumina.

Kedua pabrik milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina memiliki kapasitas input bijih bauksit mencapai 12.539.200 ton. Adapun, kedua perusahaan itu dapat memproduksi 4 juta ton olahan bauksit setiap tahunnya. 

Sementara itu, PT Indonesia Chemical Alumina memiliki kapasitas input bijih bauksit sebesar 750.000 ton. Smelter CGA itu menghasilkan olahan bauksit sebesar 300.000 ton. 

Selain itu, terdapat satu smelter pengolahan lanjutan bauksit menjadi aluminium, ingot dan billet yang dioperasikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum Operating) dengan kapasitas output sebesar 345.000 ton. Rencanannya Inalum Operating tengah bakal meningkatkan output produksi turunan alumina sebesar 1 juta ton mendatang. 

Berdasarkan rekapitulasi Kementerian ESDM per 2020, produksi bijih bauksit di Indonesia mencapai 26,3 juta ton. Produksi itu diekspor sebanyak 22,8 juta ton, sementara sisanya dialokasikan untuk pasokan industri pengolahan alumina domestik sebesar 1,74 juta ton. 

Adapun, produksi alumina di Indonesia pada saat itu berada di angka 1,17 juta ton. Alumina keluaran smelter grade alumina (SGA) diekspor sebesar 0,99 juta ton dan chemical grade alumina (CGA) diekspor sebesar 52.000 ton. 

SGA yang dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri sebanyak 150.000 ton untuk pemurnian aluminium dan CGA dialihkan untuk industri seperti kertas, detergen, kabel sebesar 25.000 ton. 

Sementara itu, produksi aluminium di Indonesia setiap tahunnya mencapai 250.000 ton yang memerlukan impor alumina SGA sebesar 350.000 ton. Di sisi lain, kebutuhan aluminium domestik mencapai 1 juta ton. Dengan demikian, setiap tahunnya dilakukan impor aluminium sebesar 748.000 ton untuk menutupi defisit bahan baku tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper