Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MTI Kritik Insentif Kendaraan Listrik: Kok Subsidi Tarif KRL Malah Dipangkas?

MTI mempertanyakan alasan pemerintah akan memberi insentif kendaraan listrik, tetapi justru berencana memangkas subsidi tarif KRL.
Rangkaian kereta rel listrik (KRL) yang dikelola oleh anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero) berada di dipo kereta, Depok, Jawa Barat, Sabtu (13/8/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Rangkaian kereta rel listrik (KRL) yang dikelola oleh anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero) berada di dipo kereta, Depok, Jawa Barat, Sabtu (13/8/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai rencana pemerintah untuk menggelontorkan insentif bagi pembelian maupun konversi kendaraan listrik tidak tepat karena dianggap berlawanan dengan upaya pemerintah menggalakkan penggunaan transportasi umum/massal.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI, Djoko Setijowarno, mempertanyakan alasan pemerintah akan memberi insentif kendaraan listrik, tetapi justru memangkas subsidi tarif KRL Jabodetabek.

Seperti diketahui, pemerintah memperkirakan besaran subsidi yang akan diberikan untuk pembelian mobil listrik yakni sebesar Rp80 juta dan mobil hybrid Rp40 juta. Kemudian, pembelian sepeda motor listrik rencananya disubsidi Rp8 juta, sedangkan konversi motor listrik Rp5 juta.

MTI menilai kebijakan insentif kendaraan listrik bakal mengusik hati nurani pada pengguna jasa transportasi umum, khususnya pengguna KRL Jabodetabek.

"Di tengah upaya memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, kebijakan ini kontraproduktif, jika diberikan pada sejumlah pembelian mobil listrik dan sepeda motor listrik. Dampaknya akan menambah kemacetan dan angka kecelakaan lalu lintas," ujar Djoko, Jumat (6/1/2023).

Adapun, jumlah penumpang KRL setiap harinya baru mencapai rata-rata 800.000 penumpang per hari. Volume tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah penumpang KRL pada periode sebelum pandemi Covid-19, yakni 1,2 juta penumpang setiap harinya.

Di sisi lain, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum lama ini membeberkan wacana pemangkasan subsidi tarif KRL bagi kelompok masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas. Dengan kata lain, rencananya "orang kaya" akan membayar tarif KRL dengan tarif asli atau bukan tarif Public Service Obligation (PSO).

Menurut Djoko, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin), harusnya membantu Kemenhub dalam membenahi transportasi umum perkotaan. Kementerian Perindustrian, yang menjadi salah satu pemangku kebijakan insentif kendaraan listrik, dinilai seharusnya bisa meningkatkan dukungan penggunaan bus listrik dan kendaraan konversi, atau motor listrik di daerah-daerah yang sulit mendapatkan BBM.

Akademisi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu mencontohkan, pemerintah bisa menyediakan angkutan pengumpan (feeder) bertenaga listrik dari kawasan perumahan Bodetabek menuju stasiun KRL Jabodetabek. Djoko menilai seharusnya penggunaan seperti itu yang diprioritaskan untuk mendapatkan insentif dari pemerintah.

"Subsidi tepat sasaran harus terus diupayakan dalam rangka memberikan rasa keadilan bagi pengguna transportasi umum. Setiap pengguna transportasi umum wajib menerima subsidi, karena sudah membantu pemerintah untuk mereduksi terjadinya kemacetan, menurunkan tingkat polusi udara, dan turut mengurangi angka kecelakaan," ujarnya.

Pada perkembangan lain, kontrak PSO sektor perkeretaapian di 2023 turun menjadi Rp2,5 triliun, dari sebelumnya Rp2,8 triliun pada 2022. Di dalamnya, penurunan juga diikuti oleh penurunan PSO KRL Jabodetabek menjadi Rp1,6 triliun dari Rp1,8 triliun pada 2022.

Untuk diketahui, sebanyak 64 persen dari nilai total PSO perkeretaapian diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek. Nilai tersebut jauh lebih besar dari misalnya, subsidi untuk daerah 3TP dengan bus perintis yang hanya mendapatkan Rp117 miliar.

"Anggaran 2023 diprioritaskan untuk KRL dan KA Ekonomi Jarak Dekat karena KA-KA itulah yang digunakan sebagian besar warga beraktifitas sehari-hari, sehingga diharapkan semakin banyak warga yang menggunakan kereta yang pada akhirnya mengurangi beban jalan raya," jelas Djoko.

Adapun, Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, sebelumnya menjelaskan wacana penyesuaikan skema subsidi PSO tarif KRL. Pada Jumpa Pers Akhir Tahun 2022 dan Outlook Kegiatan 2023, Selasa (27/12/2022), dia menjelaskan tarif KRL asli tanpa subsidi PSO bisa mencapai Rp10.000 sampai dengan Rp15.000. Dengan adanya subsidi, maka tarif KRL dasar menjadi Rp3.500.

"Kalau tarif KRL tidak naik. Insya Allah sampai 2023 tidak naik, tetapi nanti [pembayaran] pakai kartu. Saya yakin punya kartu semua, jadi nanti yang sudah berdasi, kemampuan finansialnya tinggi, harus bayar [lebih tinggi]. Kalau yang average, sampai 2023 kita rencanakan tidak naik," ujar Budi Karya.

Di sisi lain, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, menyebut insentif akan diberikan kepada konsumen yang membeli kendaraan listrik dari produsen dengan pabrik berbasis di dalam negeri.

"Insentif akan diberikan kepada pembeli yang membeli mobil atau motor listrik yang mempunyai pabrik di Indonesia," ujar Agus di Brussels, Belgia, dikutip dari YouTube Sekretariat Negara, Rabu (14/12/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper