Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor industri pengolahan Indonesia pada November 2022 senilai US$16,68 miliar. Naik 2,57 persen dari US$16,25 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah mengatakan tren tersebut dikontribusi oleh sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan secara bulanan (month-to-month/mtm) pada November 2022.
"Di antaranya, pakaian naik US$84,7 juta, pulp dan kayu US$83,6 juta, serta besi dan baja US$79 juta," kata Habibullah dalam konferensi pers daring pada Kamis (15/12/2022).
Dia melanjutkan, nilai ekspor komoditas industri pengolahan selama periode Januari - November 2022 mencapai US$189,88 miliar. Naik sebesar 18,59 persen dari US$160,11 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati demikian, ekspor industri pengolahan pada November 2022 tercatat turun 2,11 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Habibullah mengatakan penurunan dialami oleh sejumlah komoditas.
Antara lain, lemak dan minyak hewan/nabati turun US$577,6 juta; otomotif beserta komponen US$229,9 juta; produk kimia US$124,2 juta, serta mesin dan perlengkapan elektrik turun US$54,3 juta.
Baca Juga
Di sisi lain, Staf Ahli Menteri Perindustrian (Menperin) Andi Rizaldi menambahkan ekspor manufaktur meraup transaksi senilai US$54 miliar pada kuartal III/2022. Nilai ini diperkirakan bakal naik menjadi US$54,78 miliar pada kuartal IV/2022.
"Secara kumulatif, nilai ekspor sektor manufaktur pada 2022 diprediksi mencapai US$210 miliar," kata Andi dalam paparannya dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges (BIBC) 2023 pada Kamis (15/12/2022).
Kendati demikian, Andi mengatakan pemerintah tetap menyiapkan langkah antisipasi sebagai respons pelemahan pasar ekspor yang mulai dirasakan oleh sektor manufaktur dalam beberapa bulan terakhir.
"Arahan dari Presiden Joko Widodo, seluruh kementerian/lembaga (K/L) untuk membelanjakan APBN dan APBD untuk membeli produk dalam negeri," ujarnya.
Dia menilai langkah ini berdampak cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi serta berpotensi menumbuhkan beberapa subsektor anyar di industri manufaktur.
Saat ini, komitmen belanja produk dalam negeri menggunakan anggaran belanja negara mencapai Rp600 triliun.