Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menggodok kebijakan moratorium investasi baru pembangunan pabrik pirometalurgi rotary kiln-electric furnace (RKEF) yang menjadi lini pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite.
“Yang moratorium RKEF itu sedang kami evaluasi, tunggu saja karena kami ingin juga,” kata Menteri ESDM Arifin Tasfrif saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Arifin mengatakan, langkah moratorium itu diambil untuk mengimbangi permintaan saprolite yang tinggi dari pabrik pengolahan stainless steel, sementara cadangan bijih nikel kadar tinggi itu relatif terbatas.
Selain itu, dia mengatakan, nilai tambah untuk pengolahan nikel kadar tinggi menjadi baja relatif kecil jika dibandingkan dengan turunan baterai kendaraan listrik yang diperoleh sebagian besar dari bijih nikel kadar rendah atau limonite.
“Nilai tambahnya tidak banyak juga kan di pig iron itu,” kata Arifin.
Adapun, pengolahan bijih nikel dengan teknologi RKEF ini pada umumnya menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) untuk kemudian dibuat menjadi stainless steel.
Baca Juga
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey berharap terjadi pergeseran investasi pada sisi midstream pengolahan bijih nikel seiring dengan komitmen pemerintah untuk menyelesaikan kebijakan moratorium investasi baru pada pabrik pirometalurgi RKEF.
Meidy mengatakan, moratorium itu diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan modal mereka lebih intensif pada pembangunan pabrik hidrometalurgi yang mengolah lebih lanjut bijih nikel kadar rendah atau limonit menjadi baterai kendaraan listrik hingga panel surya.
“Sejak tahun lalu APNI minta moratorium pabrik teknologi RKEF tapi bagaimana kita mengundang investasi baru untuk pabrik hidrometalurgi karena masa depan ada di limonit, kita semua lagi green energy,” kata Meidy saat dihubungi, Minggu (20/11/2022).
Menurutnya, intensifikasi investasi pada pembangunan pabrik hidrometalurgi bakal menjamin keberlangsungan pasokan bahan baku dari tahap prekursor menuju baterai katoda yang saat ini masih minim.
Di sisi lain, dia mengatakan, moratorium pabrik berteknologi RKEF sebagai penghasil stainless-steel ditargetkan dapat mengurangi permintaan pada saprolite atau bijih nikel kadar tinggi. Alasannya, cadangan bijih nikel kadar tinggi itu hanya dapat bertahan 7 hingga 10 tahun.
APNI memproyeksikan konsumsi saprolite tahun ini bisa mencapai 140 juta ton. Konsumsi itu bakal meningkat menjadi 150 juta ton tahun depan dan akan terkerek hingga 400 juta ton pada 2026 mendatang.
“Kalau konsumsi 400 juta ton itu cadangan saprolite kita tidak cukup, maksimal pabrik stainless steel ini hanya bertahan 7 tahun,” tuturnya.