Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah Sinyal: Saatnya Kaum Muda NTT Pacu Pertanian dengan Teknologi

Adaptasi inovasi teknologi di sektor pertanian memberikan asa bagi kaum muda di Nusa Tenggara Timur untuk terlibat lebih aktif.

Pekerja memetik cabai di salah satu ladang Smart Farming yang dikelola Moeda Tani Farm di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/11/2022)/JIBI/Bisnis/Suselo Jati

Pekerja memetik cabai di salah satu ladang Smart Farming yang dikelola Moeda Tani Farm di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/11/2022)/JIBI/Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, MAUMERE - Perkembangan teknologi dan informasi membuka jalan bagi kaum muda untuk mengambil peran utama bagi pengembangan sektor pertanian di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sama seperti banyak daerah di Tanah Air, sektor pertanian menjadi kontributor signifikan bagi ekonomi NTT. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), struktur perekonomian NTT memang masih didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi berkisar 27-29 persen pada 2016-2020. 

Pada 2020, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTT mengalami kenaikan sebesar 2,08 persen dari tahun sebelumnya menjadi 28,51 persen. Kondisi serupa juga terjadi di banyak kabupaten di NTT.

Di Kabupaten Sikka, misalnya, kontribusi kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mencapai 37,27 persen kepada PDRB Sikka yang pada 2021 mencapai Rp5,31 triliun. Bila diperinci, subkategori usaha Pertanian, Peternakan, Perburuan, dan Jasa Pertanian merupakan kontributor terbesar dalam menciptakan nilai tambah pada lapangan usaha tersebut.

Namun, sektor pertanian di Sikka—dan banyak daerah di NTT—dihadapkan pada tantangan yang sama yakni lahan dengan tanah berpasir, suhu yang cukup tinggi, dan kebutuhan pengairan yang besar. 

“Alhasil, produktivitas [lahan pertanian di Sikka dan sejumlah area di NTT] tidak tinggi,” jelas Yance Maring, petani milenial asal Desa Kloang Popot, Kecamatan Hewo Kloang, Sikka, NTT, kepada tim Jelajah Sinyal, Jumat (11/11/2022).

Yance, bersama komunitasnya Moeda Tani Farm (MTF), mencoba menjawab tantangan itu dengan dukungan teknologi informasi. Dia berhasil mengembangkan sistem pertanian yang efektif dan efisien dengan dukungan teknologi digital.

Upaya itu juga menjadi kabar baik bagi kaum muda NTT bahwa sektor pertanian masih potensial digarap oleh petani milenial yang lebih melek terhadap perkembangan teknologi dan dunia digital.

Teknologi bagi Optimalisasi Pertanian

Yance mencoba memanfaatkan teknologi untuk budidaya tanaman hortikultura pada 2019. Saat itu, dia baru saja kembali ke Indonesia usai mengikuti program pelatihan pertanian Arava International Center for Agriculture Training (AICAT) selama sembilan bulan di Israel. 

Dia mencoba menerapkan sistem pemupukan dan penyiraman yang dikendalikan melalui pesan singkat atau short message service (SMS) pada satu hektar lahan di Wailiti, Sikka. Menurutnya, sistem dan teknologi irigasi tetes (smart farming drip irrigation system) yang didapatkannya dari program AICAT itu bisa diterapkan di Sikka untuk menghadapi tantangan serupa di pertanian Israel. 

“Produktivitas tidak bagus karena kondisinya tanah berpasir, suhu cukup tinggi, dan kebutuhan air harus banyak. Sebetulnya, saya awalnya hanya uji coba,” jelasnya.

Smart Farming
Smart Farming

Petrus Lalang, petani muda yang juga tergabung dalam komunitas Moeda Tani Farm menunjukkan sistem irigasi di lahan pertanian yang dikelola di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/11/2022)/JIBI/Bisnis/Suselo Jati

Uji coba Yance untuk budidaya tanaman hortikultura itu membuahkan hasil. Sistem itu dinilai lebih efektif dan efisien dalam menggarap satu hektar lahan. 

Pada saat yang sama, uji cobanya itu mendapatkan perhatian dari banyak pihak, termasuk dari kaum muda di luar NTT. Alhasil, dia mencoba mengembangkan sistem itu dan memperluas lahan garapan.

Setelah berdiskusi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian dan  sejumlah pegiat muda di sektor pertanian, terbentuklah komunitas Moeda Tani Farm (MTF). Inisiasi pembentukan komunitas itu pun mendorong terciptanya kemitraan closed loop yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di sektor agribisnis dari hulu hingga hilir, termasuk perbankan dan kementerian terkait.

“Sehingga untuk proyek itu, kami bisa mengakses lahan pemda,” jelas Yance.

Hingga saat ini, MTF menggarap lahan untuk budidaya hortikultura di empat lokasi dengan luas total mencapai enam hektar. Salah satunya adalah lahan tidur di pusat kota Maumere, tepatnya di belakang kantor Bupati Sikka. Semua lahan itu digarap dengan dukungan teknologi yang membantu pemupukan dan penyiraman (irigasi tetes). 

Tak hanya sampai di situ, Yance dan komunitas MTF mulai mengembangkan teknologi yang lebih canggih untuk mengoptimalkan hasil pertanian. Dia mengembangkan sistem nirkabel atau wireless dan bahkan membuat aplikasi android.

Aplikasi ini, jelas dia, sudah menerapkan sistem smart controller yang secara mandiri mengontrol penyiraman dan pemupukan di lahan pertanian. Sistem ini membantu pengendalian pengairan dengan sejumlah sensor yang memantau kondisi dan kebutuhan lahan.

“Ada sensor nutrisi tanah, sensor pH tanah, kelembaban, suhu, dan sensor cuaca. Itu yang kami gunakan sekarang.”

Yance menegaskan bahwa sistem ini secara umum dapat diterapkan di seluruh NTT dan bahkan di berbagai wilayah di Indonesia. Sistem ini pun bisa membantu berbagai jenis komoditas tanaman.

Yang perlu diperhatikan, jelasnya, adalah kondisi topografi lahan. Menurutnya, sistem pertanian yang mengandalkan teknologi tersebut akan sangat efektif di lahan yang datar.

“Artinya semua tanaman bisa menggunakan sistem irigasi itu. Jadi, potensinya untuk pengembangan di NTT itu masih sangat besar,” kata Yance.

Hal senada diungkapkan Petrus Lalang, petani muda yang juga tergabung dalam komunitas MTF. Dia optimistis teknologi bisa mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi oleh sektor pertanian NTT saat ini.

“Kalau sistem irigasi tetes ini bisa diterapkan di seluruh NTT. Alasannya, secara umum kita kekurangan air,” tegasnya.

Smart Farming
Smart Farming

Pekerja menunjukkan tomat di salah satu ladang Smart Farming di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/11/2022)/JIBI/Bisnis/Suselo Jati


Peluang bagi Petani Muda

Adaptasi inovasi teknologi di sektor pertanian ini bukannya tanpa tantangan. Yance mengungkapkan, umumnya para petani di NTT belum berani untuk menerima teknologi baru.

Menurut dia, sistem yang dikembangkan MTF selama ini justru lebih banyak diadaptasikan oleh petani di wilayah lain di Indonesia.

“Mereka [petani NTT] masih berjalan dengan pola-pola lama. Konvensional,” jelasnya.

Yance menilai adaptasi teknologi di pertanian itu juga dipengaruhi oleh demografi di NTT yang masih didominasi petani yang berusia di atas 45 tahun. Di sisi lain, keterlibatan kaum muda di sektor pertanian masih sangat kecil.

Namun, Yance meyakini kondisi itu membuka peluang bagi kaum muda untuk mengembangkan sektor pertanian dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Apalagi, jelasnya, kaum muda lebih melek dan dekat dengan kemajuan teknologi dan digital.

“Harapannya, teman-teman yang muda sekarang bisa berani mengambil keputusan untuk terjun ke dunia pertanian, karena memang potensinya sangat besar. Dari sisi komoditas pilihannya banyak,” tegasnya.

Smart Farming
Smart Farming

Petrus Lalang, petani muda yang juga tergabung dalam komunitas Moeda Tani Farm menunjukkan sistem irigasi di lahan pertanian yang dikelola di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/11/2022)/JIBI/Bisnis/Suselo Jati

Harapan senada diungkapkan Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo. Dia berharap adaptasi teknologi pada sektor pertanian bisa menarik lebih banyak anak muda untuk terlibat.

Menurutnya, usaha yang dilakukan Yance Maring bersama tim MTF bisa menjadi inspirasi bagi kaum muda di NTT.

“Tidak sedikit anak-anak muda yang tertarik ke dunia pertanian berkat Yance Maring,” ungkapnya saat ditemui tim Jelajah Sinyal, Jumat (4/11/2022).

Smart Farming
Smart Farming

Pekerja memetik tomat di salah satu ladang Smart Farming di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Rabu (3/11/2022)/JIBI/Bisnis/Suselo Jati


Apalagi, kata Fransiskus, Pemerintah Kabupaten Sikka tengah berupaya meningkatkan kontribusi industri hulu dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan dukungan teknologi informasi. Pemda sudah memulai penguatan di industri hulu yang menyiapkan bahan baku terbaik dan unggul dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. 

Penguatan itu, jelasnya, ditopang dengan digitalisasi. Pasalnya, era digitalisasi mengharuskan penerapan revolusi industri 4.0.

“Kami sudah memulai [digitalisasi] dengan industri, terutama industri hulu. Kami tidak [fokus] pada industri hilir. Artinya, kami mencoba menyediakan bahan-bahan baku terbaik,” tegasnya.

Dengan melihat inovasi dan pencapaian yang digagas Yance Maring, kaum muda yang lebih melek dan update dengan teknologi bisa terlibat lebih aktif dalam mengoptimalkan potensi pertanian di NTT.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper