Bisnis.com, JAKARTA - PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) optimistis dapat mencatatkan pertumbuhan perolehan kontrak baru pada 2023 kendati memasuki tahun politik dan adanya ancaman resesi. Kontrak yang diperoleh tahun depan diproyeksikan naik 5 persen jika dibandingkan dengan 2022.
Sekretaris Perusahaan PTPP, Efendi Bakhtiyar, mengatakan perseroan akan terus aktif untuk berpartisipasi dalam tender proyek yang diadakan oleh PUPR serta akan terus aktif mengikuti tender proyek-proyek pemerintah dan BUMN, sesuai dengan fokus perseroan saat ini.
Efendi mengungkapkan pihaknya masih dalam tahap proses penyusunan dan evaluasi internal terkait dengan perolehan baru. Kendati demikian, pihaknya optimistis tetap dapat mencatatkan pertumbuhan pada 2023.
"Ditargetkan pertumbuhan kurang lebih di kisaran 5 persen yang tentunya nanti akan menyesuaikan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia," kata Efendi kepada Bisnis, Kamis (10/11/2022).
Diberitakan sebelumnya, sampai dengan akhir tahun ini, PTPP menargetkan untuk bisa mengantongi kontrak dengan nilai hingga Rp31 triliun.
Berdasarkan keterangan PTPP, sampai dengan kuartal III/2022 sudah mengantongi kontrak dengan total senilai Rp17,58 triliun, mayoritas proyek berasal dari BUMN sebesar 60 persen dan dari pemerintah 35 persen.
Sementara itu, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) memproyeksi industri konstruksi pada 2023 akan dibayangi oleh awan hitam yang diakibatkan tekanan eksternal.
Wakil Ketua Umum Gapensi, Didi Iskandar Aulia, mengatakan bahwa sebelum akhir tahun, biasanya pemerintah telah melakukan lelang dini sejumlah proyek infrastruktur. Namun, pada November ini pihaknya belum menerima sejumlah penawaran tender dari pemerintah.
Menurutnya, hal itu terjadi karena adanya proyeksi akan terjadi resesi pada 2023. Selain itu, Kementerian PUPR juga sebelumnya menyatakan pemerintah akan menahan proyek baru di 2023, karena fokus untuk menyelesaikan proyek infrastruktur yang sudah berjalan agar selesai di semester I/2024.
"Pasti ada tekanan, saya tidak tahu berapa besar tapi saya rasa ada tekanan," ujarnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menuturkan untuk sektor konstruksi pada 2023 akan mengalami perlambatan pertumbuhan seiring dengan tekanan meningkatnya fluktuasi mata uang dan kenaikan harga bahan baku.
Dia menjelaskan kondisi ekonomi yang masih dibayangi ketidakpastian pada 2023 membuat sektor swasta akan cenderung menahan diri untuk mengalokasikan investasinya, terutama pada proyek infrastruktur.
"Jadi sebaiknya anggaran infrastruktur perlu lebih dihemat tahun depan dan direalokasikan ke belanja yang lebih prioritas untuk tangkal resesi global. Misalnya, untuk anggaran perlinsos atau stimulus UMKM," kata Bhima.