Bisnis.com, JAKARTA– Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia atau AMTI menilai kontribusi produk hasil tembakau bisa jadi bantalan pemerintah dalam menghadapi potensi resesi pada tahun depan.
Kinerja cukai hasil tembakau (CHT) pada semester I/2022 mencapai Rp118 triliun, nilai itu melanggengkan kontribusi sekitar 95% dari total pendapatan cukai. Bahkan untuk tahun depan, pemerintah menargetkan pendapatan cukai sebesar Rp 245,45 triliun.
Target tersebut naik 11,6 persen dibandingkan yang ditetapkan dalam Perpres 98/2022. Melihat sumbangsih dan target penerimaan negara yang dibebankan kepada komoditas tembakau, AMTI menilai bahwa ekosistem pertembakauan semestinya mendapat perlindungan dan keberpihakan pemerintah.
AMTI menilai, saat ini kelangsungan IHT terancam lewat berbagai regulasi pertembakauan yang tidak berimbang dan eksesif. Hananto Wibisono, Sekjen AMTI menekankan bahwa ada lebih dari 6 juta masyarakat yang menggantungkan hajat hidupnya secara langsung pada kelangsungan ekosistem pertembakauan di Indonesia.
"Maka, ketika dihadapkan pada berbagai proyeksi kondisi global, ekosistem pertembakauan seharusnya mendapatkan perlindungan bahkan didorong, diberi kesempatan untuk tumbuh. Pemerintah seharusnya bisa dan punya andil untuk menjadikan ekosistem pertembakauan nasional sebagai segmen industri padat karya yang lebih maju, memiliki nilai tambah, berdaya saing global dan menjangkau SDM yang lebih banyak," kata Hananto, dikutip dari siaran pers pada Senin (24/10/2022).
Beberapa lembaga internasional memprediksi dunia akan mengalami resesi global pada 2023. Kondisi ekonomi yang rentan ini membuat berbagai negara, termasuk Indonesia, melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menghindari kondisi tersebut. Ekosistem pertembakauan sebagai salah satu lingkup industri andalan yang berkontribusi terhadap penerimaan negara, tak bisa disangkal memiliki peran signifikan sebagai salah satu unit penyangga perekonomian.
Baca Juga
Dalam konteks tenaga kerja, Hananto mencontohkan, ketika gelombang PHK mulai dirasakan sejak pandemi hingga awal 2022, ekosistem pertembakauan melalui segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) justru tetap menyerap tenaga kerja dalam dua tahun terakhir. Nilai lebihnya, tenaga kerja baru 95% adalah perempuan atau ibu-ibu yang mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga.
"Perlu disadari bahwa ancaman resesi tidak hanya berkaitan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi namun juga berkurangnya lapangan pekerjaan. Realitanya, elemen ekosistem pertembakauan yakni segmen SKT justru masih mampu berkontribusi menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat menunjukkan komitmen keberpihakannya. Salah satunya dengan memberikan perlindungan pada SKT sebagai elemen penting ekosistem pertembakauan," Hananto menjelaskan.