Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Keyakinan Konsumen Merosot, Indef: Trennya Melemah

Baseline-nya sebelum pandemi itu [IKK] 120. Jadi kalau [September 2022] ini 117, berarti lebih kecil. Secara bulanan juga ada penurunan.
Mata uang dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Minggu (9/10/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Mata uang dolar di salah satu penukaran uang di Jakarta, Minggu (9/10/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami penurunan pada September 2022 menjadi 117,2 dari sebelumnya pada level 124,7. Capaian ini berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia (BI).

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM menjadi faktor utama penyebab melemahnya keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan bahwa pelemahan itu tercermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK) pada September 2022 yang berada di 117,2. Angkanya menurun dari Agustus 2022 di angka 124,7, meskipun sudah berada di atas posisi September 2021 yakni 95,5.

Menurut Tauhid, data itu perlu dibandingkan dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19, sejalan dengan pernyataan pemerintah bahwa kondisi ekonomi sudah berada di atas pra-pandemi. Dengan perbandingan itu, terlihat bahwa keyakninan masyarakat justru melemah.

"Baseline-nya sebelum pandemi itu [IKK] 120. Jadi kalau [September 2022] ini 117, berarti lebih kecil. Secara bulanan juga ada penurunan, memang trennya IKK melemah," ujar Tauhid kepada Bisnis, Senin (10/10/2022).

Dia menilai bahwa kenaikan harga BBM menjadi faktor utama yang menekan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi. Kebijakan itu merembet ke kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya mesin dan peralatan, hingga ongkos transportasi umum, sehingga menjadi beban masyarakat.

Menurut Tauhid, masyarakat lapisan bawah menjadi yang paling terbebani oleh kenaikan harga BBM. Hal itu pun tercermin dari data Bank Indonesia (BI), bahwa penurunan IKK terjadi di seluruh kategori pengeluaran, tetapi paling kentara di golongan responden dengan pengeluaran Rp1 juta dan Rp4—5 juta, atau masyarakat menengah ke bawah.

Kenaikan harga BBM menambah tekanan dari inflasi yang sudah menanjak sejak awal tahun, sehingga menurut Tauhid menjadi beban besar bagi IKK. Oleh karena itu, wajar jika penurunan IKK terjadi di seluruh lapisan, meskipun yang paling berat memang di golongan bawah.

"Di situasi seperti ini orang berpikir tahan dulu lah belanjanya. Itu akan berpengaruh ke ekonomi, karena konsumsi jadi tertahan," ujarnya.

Dia menilai bahwa saat ini terjadi kenaikan permintaan (demand) masyarakat, tetapi muncul beban dari inflasi dan kenaikan harga BBM. Dia menyarankan agar pemerintah menjaga dampak ikutan dari inflasi tidak terus menerus terjadi hingga akhir tahun.

Menurutnya, paling tidak rambatan kenaikan harga akibat kebijakan BBM harus bisa teratasi pada Oktober 2022. Pemerintah harus segera menyelesaikan hambatan yang ada demi perbaikan ekonomi, sekaligus antisipasi jika muncul tekanan lain dari eksternal, di tengah konflik geopolitik yang masih belum mereda.

"Implikasinya ke berbagai sektor, sehingga penyesuaian harga [akibat kenaikan harga BBM] harus selesai pada Oktober," ujar Tauhid.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper