Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham Asia jatuh setelah bursa Amerika Serikat (AS) turun dan imbal hasil treasury bertahan di dekat level tertinggi multi-tahun. Hal ini terjadi seiring pengumuman kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) atau Federal Funds Rate (FFR).
Bahkan, pasar saham di Jepang, Hong Kong dan Australia anjlok setelah Indeks S&P 500 turun lebih dari 10 persen di bawah tertinggi pada bulan Agustus yang menandai puncak reli dari terendah tahun ini.
Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (21/9/2022), imbal hasil treasury dua tahun ini mundur dari hampir 4 persen, karena para pedagang mempertimbangkan risiko pengetatan moneter akan mendorong ekonomi ke dalam resesi.
Bank of Japan mengumumkan operasi pembelian obligasi yang tidak terjadwal berusaha untuk membatasi tekanan ke atas pada imbal hasil sebelum keputusan kebijakan The Fed.
Naik turunnya dolar AS di perdagangan mendekati mendekati rekor tertinggi di tengah kegelisahan pasar. Sementara itu, Bitcoin meonjak di level US$19.000. Mata uang Yuan jatuh pada level terendah terhadap greenback sejak pertengahan 2020. Bahkan setelah People's Bank of China menetapkan kurs referensi harian untuk mata uang yang lebih kuat dari perkiraan untuk hari ke-20.
Analis pasar keuangan senior City Index Fiona Cincotta mengungkapkan investor perlu berhati-hati dalam kondisi saat ini.
"Sedikit yang ingin mengambil posisi besar sebelum mendengar apa yang dikatakan Fed dan pembuat kebijakan melihat suku bunga akan naik pada akhir siklus kenaikan," jelasnya, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (21/9/2022).
Selain itu, ketua Roubini Macro Associates juga memprediksi resesi panjang dan buruk bisa terjadi pada akhir tahun 2022, bahkan berlangsung sepanjang tahun 2023 dan koreksi tajam pada indeks S&P 500.