Bisnis.com, JAKARTA- Badan Perlindungan Konsumen Nasional menilai pelibatan konsumen ekosistem tembakau dalam setiap kebijakan sangat penting, sebab terkait kompleksitas persoalan antara menjaga kesehatan dan memberikan kesejahteraan.
Menanggapi persepsi bahwa konsumen sering sebagai beban dan distigma sebagai warga negara kelas dua, Firman Turmantara Endipradja, Ketua Komisi IV Bidang Kerjasama dan Kelembagaan BPKN RI menuturkan bahwa institusi ini tidak pernah membeda-bedakan ataupun mendiskreditkan konsumen.
“Konsumen itu lintas gender, lintas usia, lintas produk yang digunakan. Pada prinsipnya, jangan sampai ada konsumen yang merasakan kerugian. Terkait pertembakauan, bagaimana agar kesehatan tetap terjaga di sisi lain, kesejahteraan dalam hal ini ketenagakerjaan tidak tumpang tindih,” ujar Firman, dikutip Selasa (20/9/2022).
Kompleksitas perlindungan perokok dan konsumen produk tembakau juga tidak terlepas dari kebijakan ataupun peraturan yang cukup eksesif. BPKN RI berharap seharusnya pemerintah dalam hal ini kementerian terkait harus mengakomodir suara konsumen.
“Dalam praktiknya, BPKN RI sering tidak dilibatkan, padahal sebagai lembaga sah di bawah naungan Presiden RI, ketika membuat kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, kami sering tidak diajak bicara. Dilema kami adalah ada kebijakan pemerintah, dan di sisi lain ada konsumen yang harus dilindungi,” sebutnya.
Perokok dan konsumen produk tembakau setiap tahun berkontribusi dalam target penerimaan CHT. Tahun ini sumbangsih konsumen lewat cukai rokok ditarget sebesar Rp201 triliun. Tahun depan, bebannya lebih besar lagi, ditarget sebesar Rp 245,45 triliun.
Baca Juga
“Kami tetap memberikan advokasi dan edukasi kepada konsumen sesuai dengan amanah UU Perlindungan Konsumen. Memang selama ini belum ada lembaga konsumen khusus perokok atau produk tembakau di bawah naungan BPKN RI. Saat ini ada sekitar 400-an lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat belum ada yang spesialis di bidang perlindungan konsumen tembakau,” kata Firman.
Munculnya tekanan terhadap upaya total melarang industri hasil tembakau, Firman berpendapat langkah tersebut tidak serta merta menjadi solusi. Justru menambah problem sosial masyarakat apalagi di tengah proses pemulihan pasca pandemi. “Ini dalam konteks aktivitas ekonomi dan ketenagakerjaan,” ujarnya.
BPKN RI merekomendasikan agar kementerian negara yang berkaitan dengan ekosistem pertembakauan dapat mengakomodir perokok dan konsumen produk tembakau yang berkontribusi lewat Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Firman berharap masyarakat dapat menjadi konsumen cerdas. “Memang cukup kompleks terkait industri hasil tembakau ini. Ada jutaan orang yang berada dalam ekosistem pertembakauan di sisi lain negara juga butuh penerimaan negara. Oleh karena itu, perlu seobjektif mungkin dalam implementasi regulasinya,”tambah Firman.