Bisnis.com, JAKARTA – Chief Executive Officer (CEO) Tesla Elon Musk berada di tengah pertempuran hukum untuk membatalkan rencana akuisisi Twitter senilai US$44 miliar atau Rp658,4 triliun. Kini ia meminta mantan kepala divisi konsumen Twitter untuk menjawab pertanyaan tentang akun spam dan robot di platform media sosial tersebut.
Dilansir dari Bloomberg pada Jumat (16/9/2022), mantan kepala produk Twitter Kayvon Beykpour, yang mengelola lebih dari 230 juta akun Twitter, diduga terus menolak menyerahkan dokumen atau memberikan kesaksian.
Tim hukum Elon Musk mengatakan Beykpour adalah tokoh kunci dalam gugatannya karena dia sangat terlibat dalam menghitung banyaknya akun yang menghasilkan pendapatan.
Namun, pengacara Beykpour mengatakan bahwa dia saat ini sedang berada di luar Amerika Serikat (AS) sehingga tidak mungkin memberikan kesaksian dalam sidang pengadilan bulan depan yang menentukan Elon Musk akan menyelesaikan akuisisi Twitter atau tidak.
Pengacara Elon berpendapat Twitter dapat membungkam Beykpour karena perusahaan mungkin telah membayar untuk pembelaan Beykpour.
“Beykpour berada dalam kendali Twitter dan Twitter harus membuat Beykpour dalam deposisi,” kata tim Elon Musk dalam pengajuan pengadilan, dikutip dari Bloomberg pada Jumat (16/9/2022).
Baca Juga
Sengketa ini menjadi yang terbaru dalam pertempuran hukum yang berkembang atas kesepakatan akuisisi Twitter oleh Elon Musk yang akan dibatalkan tersebut.
Sebelumnya, Elon Musk dan Twitter telah mengeluarkan surat panggilan pengadilan kepada bank, investor, dan pengacara yang terlibat dalam kesepakatan tersebut. Kedua pihak tengah mencari amunisi untuk persidangan 17 Oktober di hadapan Hakim Pengadilan Delaware Kathaleen St. J. McCormick di Wilmington.
Bulan lalu, McCormick memerintahkan Twitter untuk menyerahkan file internal Beykpour kepada pengacara Elon.
Pengacara Elon menuduh Twitter berusaha menutupi saksi dalam kasus tersebut untuk menggagalkan upaya miliarder itu buat menunjukkan bahwa dia memiliki alasan yang sah menggagalkan kesepakatan itu.