Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta masyarakat untuk tidak larut dalam polemik kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Moeldoko mengatakan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut dilakukan untuk kepentingan Indonesia yang lebih besar.
"Saya melihat sendiri bagaimana keputusan-keputusan yang beliau ambil itu penuh dengan risiko, tapi beliau jalan terus. Presiden tetap ambil keputusan itu untuk kepentingan Indonesia yang lebih besar," kata Moeldoko, Senin (12/9/2022) di Jakarta.
Sebelumnya, diketahui Pemerintah telah menaikkan harga BBM subsidi yaitu Pertalite menjadi Rp10.000 per liter dan Solar menjadi Rp6.800 per liter. Kenaikan tersebut terjadi akibat membengkaknya anggaran subsidi BBM yang dapat semakin membebani APBN.
Moeldoko, dalam hal ini meminta masyarakat untuk fokus mencari alternatif sumber daya atau bahan bakar yang lebih terjangkau dan berkelanjutan untuk masa depan. Dia juga meyakini bahwa masyarakat pun sebenarnya dapat lebih memahami dan bijak dalam menyikapi kenaikan harga BBM.
"Sebenarnya masyarakat sudah paham. Jadi jangan dilihat isu kenaikan harga BBM-nya saja, mulailah berpikir tentang alternatif dan pemanfaatan kemajuan teknologi untuk mengatasi krisis ini," ujarnya.
Merujuk pada pernyataan Presiden Jokowi, dia menuturkan bahwa pemerintah sudah memberikan upaya yang besar untuk melindungi masyarakat dari gejolak harga minyak dunia.
Hanya saja, anggaran subsidi dan kompensasi BBM di tahun ini sudah terlampau jauh meningkat hingga tiga kali lipat. Tercatat kenaikan anggaran mulai dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan akan terus melonjak.
"Saya tidak berbicara angka, tapi harga BBM naik turun itu sudah biasa. Kenapa kok naik? Ini terjadi karena produktivitas migas dalam negeri kita turun. Sejumlah besar produk migas kita ini berasal dari impor. Jadi harga BBM di Indonesia sangat terpengaruh oleh fluktuasi harga dunia," jelasnya.
Oleh karena ketidakpastian global saat ini, Moeldoko mengimbau masyarakat untuk melihat berbagai alternatif lain seperti penggunaan baterai sebagai pengalihan energi minyak.
"Misalnya, sejak saya masih menjadi Letnan Jenderal di Lemhanas, saya sudah berpikir bahwa baterai adalah masa depan, masa depan adalah baterai. Gagasan ini terus saya pelihara dan kembangkan, karena bukan tidak mungkin kita akan segera beralih ke mobil listrik untuk mengurangi konsumsi BBM," ungkapnya.